Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
KETIKA hasil undian perempat final Liga Champions menentukan AS Roma harus berjibaku dengan raksasa Catalan, Barcelona, banyak orang berpikir klub asal ibu kota Italia itu sama sekali tidak punya peluang, apalagi ketika di leg I mereka kalah 1-4 di Nou Camp.
Namun, siapa yang menyangka i Giallorossi mampu menjungkirbalikkan semua prediksi tersebut. Tidak tanggung-tanggung, il Lupi menggulung Barca 3-0 pada leg II untuk merampas tiket ke semifinal yang sempat sudah berada di depan mata Blaugrana.
Stadion Olimpico di Kota Roma pun kembali menjadi tempat yang angker bagi lawan, khususnya di pentas Liga Champions musim ini. AS Roma tercatat tidak pernah terkalahkan dalam lima laga kandang, yakni empat menang dan sisanya seri.
Itu sebabnya, peringatan untuk waspada kini layak dimiliki Liverpool. Meski di atas kertas peluang mereka untuk melaju ke final cukup besar, mereka harus tetap hati-hati jika mengalami tragedi di Olimpico.
The Reds akan menjalani laga tandang ke Olimpico dalam leg II babak semifinal Liga Champions Eropa, dini hari nanti. Sejatinya modal Mohamed Salah dkk menuju ke Italia cukup besar lewat kemenangan 5-2 di leg I.
Namun, hal yang sama juga dipikirkan banyak pihak ketika Barcelona datang ke Olimpico dengan modal 4-1. Namun, pada akhirnya Barcelona tersingkir.
"Kami tahu pertandingan akan kental dengan atmosfer yang mengintimidasi dan itu yang akan mereka lakukan. Kami hanya harus bersiap secara mental dan fisik," tutur bek kanan Liverpool, Trent Alexander-Arnold.
Kedua tim memiliki motivasi yang sama, yakni menghilangkan dahaga prestasi di level tertinggi. Liverpool terakhir kali mencicipi partai final dan menjadi juara di Liga Champion Eropa pada musim 2004/2005 atau sudah 13 tahun lalu.
Di lain pihak, AS Roma mungkin memiliki ambisi yang lebih berlipat. Alasan pertama ialah il Lupi belum pernah menjuarai Liga Champions. Alasan lain, Liverpoollah yang menjadi penyebabnya. Satu-satunya partai final yang dirasakan tim 'Serigala Hitam' itu ialah pada 1983/1984. Namun, Roma harus menyerah di tangan Liverpool setelah kalah pada babak adu penalti 1-1 (4-3).
"Saya optimistis dengan sendirinya sepak bola merupakan kesenangan dan itu yang mendorong saya. Saya suka meninggalkan kebahagiaan kepada pendukung kami saat peluit akhir karena itu merupakan bagian dari pekerjaan saya," beber pelatih Roma, Eusebio di Francesco.
Ancaman keamanan
Selain persaingan kedua tim, duel AS Roma versus Liverpool juga berpotensi menimbulkan kerusuhan antarsuporter. Pada pertandingan leg I pekan lalu, fan Liverpool Sean Cox harus mendapatkan perawatan intensif setelah menjadi bulan-bulanan Ultras Romanisti--julukan pendukung Roma.
Cox pun dikabarkan mengalami luka parah dan sekarang dalam kondisi koma. Akibat kejadian tersebut, dua pendukung Roma ditangkap pihak berwajib Merseyside.
Aksi balas dendam atau penyebab kerusuhan lain bisa saja mengemuka pada pertandingan kedua di Roma. Apalagi, diperkirakan sekitar 5.000 pendukung the Reds akan hadir di Stadion Olimpico.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved