Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Derajat Ketakwaan di Balik Wabah

Ferdian Ananda Majni
28/4/2020 06:00
Derajat Ketakwaan di Balik Wabah
Imam Ustaz H Deden M Ramadhan menyiarkan acara tadarus Alquran secara daring di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, kemarin.( ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

DALAM penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang sia-sia, termasuk keberadaan wabah penyakit.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Oman Fathurahman, mengutip terjemahan Surah Al Imran ayat 190 itu saat membuka Dialog Ramadan yang digelar DKM Masjid Nursiah Daud Paloh di Jakarta, kemarin.

Pada ayat selanjutnya, dijelaskan bahwa orang yang berakal itu ialah mereka yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau. Maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Dalam konteks pandemi yang sedang terjadi, ujar Oman, perspektif spiritual semacam itu sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Dengan memercayai tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang sia-sia, manusia dapat membaca pesan penting yang dibawa lewat wabah penyakit itu. “Segala yang diciptakan Allah tidak mungkin menjadi sesuatu yang batil ataupun sia-sia, termasuk wabah. Bahkan, pandemi adalah peluang bagi muslim untuk semakin takwa,” kata Prof Oman.

Dalam sejarah peradaban manusia, sambung Oman, wabah penyakit menular sudah berulang kali terjadi, mulai sebelum masa Nabi Muhammad SAW, pada masa khalifah dan seterusnya, sampai kemudian pada abad ke-14, khususnya yang di Timur Tengah dan Eropa, kemudian masuk ke India.

Wabah penyakit tak jarang berubah menjadi pandemi karena luasnya dan banyaknya korban yang jatuh. Itu membentuk siklus yang berulang setiap sekian waktu dan membentuk pola khusus. “Ketika transportasi menciptakan konektivitas, jalur dagang, niscaya wabah itu akan sampai juga, suka tidak suka,” ucapnya.

Karena itu juga, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan tuntunan dalam menghadapi wabah. Salah satunya, bagaimana menghindarkan secara fisik, yang mana ketika berada di luar wilayah pandemi kemudian dilarang masuk ke wilayah tersebut. “Kalau pandemi sudah ada di situ tapi kamu juga sudah ada di situ, kamu jangan keluar,” ujar Prof Oman.

Berprasangka baik

CEO Media Group Muhammad Mirdal Akib yang juga dihadirkan sebagai narasumber dalam dialog tersebut merasakan bahwa berprasangka baik kepada Allah SWT dalam situasi pandemi covid-19 (virus korona) jauh lebih baik ketimbang berburuk sangka atas sunnatullah-Nya.

“Dengan berprasangka baik, kita bisa jauh lebih optimistis, menjaga kekuatan, serta melahirkan banyak opsi sebagai jalan keluar mengatasi masalah ini,” kata Mirdal.

Pandemi korona, menurut dia, diprediksi bakal melahirkan new normal atau normal baru yang tidak hanya berkaitan secara personal, tetapi juga dalam pandangan keagamaan. “Melalui pandemi ini, seakan-akan Allah SWT sedang mengatakan kepada kita, ‘Saya antarkan kepadamu surga yang luasnya, seperti langit dan bumi’. Maksudnya, dengan banyaknya orang-orang yang membutuhkan di sekitar yang patut kita bantu dan menjadi ladang amal di bulan suci, mari kita maksimalkan peluang itu untuk mencapai derajat takwa,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah