Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Aparat Diminta Tertibkan Spanduk-Spanduk Provokatif

Christian Dior Simbolon
12/3/2017 18:25
Aparat Diminta Tertibkan Spanduk-Spanduk Provokatif
(Ilustrasi)

KOMISIONER Divisi Hukum Penindakan dan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta, Muhammad Jufri, mengaku belum mengetahui secara persis kabar beredarnya spanduk-spanduk berisi larangan menyalatkan jenazah pemilih penista agama. Namun demikian, ia menegaskan, setiap spanduk yang berkaitan dengan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI dilarang dipasang pada putaran kedua.

"Setiap spanduk atau alat peraga apapun, kalau itu terkait pilkada, tidak boleh dipasang di putaran kedua. Itu jelas," ujar Jufri saat ditemui Media Indonesia usai diskusi bertajuk 'Pilkada Jurdil dan Profesional Menuju Putaran II' di D'Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Minggu (12/3).

Sejumlah spanduk bernada provokatif mulai beredar di ruang-ruang publik di DKI. Di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta Pusat, misalnya, sebuah spanduk yang menyebutkan bahwa masjid tersebut tidak mau menshalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama. Spanduk tersebut jelas mengarah kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat ini tengah menjalani sidang kasus penodaan agama.

Meskipun telah marak diberitakan di berbagai media, Jufri berkilah pihak Bawaslu DKI harus terlebih dulu memverifikasi isi spanduk tersebut. Termasuk laporan mengenai kabar adanya seorang Ketua Rukun Tetangga (RT) di Pondok Pinang yang memaksa warganya menandatangani surat pernyataan dukungan bagi pasangan nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

"Kita kan tergantung pelanggaran yang dilakukan. Kita lihat isi spanduknya apa, bunyinya apa. Apakah ada nomor urut di situ atau nama calon? Kalau tidak terkait pilkada, cukup disampaikan ke Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) atau polisi saja untuk diturunkan. Karena itu bisa masuk ke pelanggaran ruang publik. Jadi ditertibkan saja," tegasnya.

Mengacu pada Undang-Undang Pilkada, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengatakan, paslon sulit dipersalahkan atas perbuatan simpatisannya dalam Pilgub DKI. Namun demikian, hal itu tidak berarti paslon bisa dilepaskan dari tanggung jawab moralnya untuk meredam gejolak di masyarakat terkait Pilgub.

"Kekerasan-kekerasan verbal itu harus dihentikan dan dalam konteks ini suara calonlah yang paling berpengaruh. Tidak cukup dengan siaran pers saja, tapi berbicara langsung ke publik, ke simpatisannya. Jangan sekadar formalitas saja. Karena ini bukan hanya merusak pilkada tapi juga merusak relasi antarmasyarakat," ujarnya.

Ia pun menyarankan agar pasangan calon yang merasa dirugikan melaporkan beredarnya spanduk-spanduk bernada provokatif tersebut ke kepolisian. "Mungkin ini bisa dijerat pasal ujaran kebencian atau diskriminasi. Yang jelas ini sangat meresahkan masyarakat," tandasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya