Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Merajut Kebangsaan via Mural

Christian Dior Simbolon
17/2/2017 05:03
Merajut Kebangsaan via Mural
(ADAM DWI)

LAPANGAN itu sebenarnya tak bernama.

Namun, karena letaknya tepat di muka rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, warga setempat menyebutnya sebagai Lapangan Mega.

Sebelum dibenahi, lapangan tersebut dulunya hanya tempat parkir dan tempat warga membuang sampah.

Kini lapangan di Jalan Kebagusan Dalam VI Nomor 45, Kawasan Ragunan, itu tampil anggun.

Dua sisi tembok berbata merah yang membatasi lapangan berukuran 3.350 meter persegi itu telah diplester dan dipenuhi lukisan mural berisi pesan-pesan kebangsaan dan kebinekaan.

Di dinding bagian timur atau yang berhadapan langsung dengan kediaman Mega, tampak mural enam pemimpin agama berdiri bersisian.

Lukisan itu seolah hendak merepresentasikan enam agama yang diakui di Indonesia.

Ada ulama, pendeta, pastur, pemuka agama Buddha, Hindu, dan Konghucu.

Di dinding sebelah utara, kata-kata sang proklamator Soekarno diguratkan.

"Negara Republik Indonesia bukan milik sesuatu golongan. Bukan milik sesuatu agama. Bukan milik sesuatu adat istiadat, tetapi milik kita semua."

Tepat di sebelahnya, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur tampaknya sepakat dengan Bung Karno.

"Indonesia ada karena keberagaman."

Begitu bunyi nukilan milik Gus Dur.

Selain Bung Karno dan Gus Dur, pesan-pesan tokoh kebangsaan lainnya juga bertaburan di dinding utara dan timur.

Adapun dinding selatan, rencananya bakal diisi pesan-pesan khusus bagi generasi muda.

"Misalnya, pesan-pesan yang berbicara tentang antinarkoba dan sebagainya. Kita juga akan minta delapan RW (rukun tetangga) di sini untuk memuat karya mereka. Supaya mereka juga merasa memiliki dan merawatnya," ujar penggagas mural Sereida Tambunan.

Sere, sapaan akrab Sereida, menjelaskan lapangan tersebut selama ini disewa Megawati dari salah satu warga setempat untuk menggelar beragam kegiatan sosial.

"Niatnya sih dibeli untuk diwakafkan menjadi ruang publik bagi warga, tetapi, sampai sekarang yang punya belum mau melepas," ungkap anggota DPRD DKI Jakarta dari PDI Perjuangan itu.

Ide restorasi lapangan dan taman tersebut cukup gamblang.

Menurut Sere, dengan dibenahi, diharapkan warga setempat akan lebih sering berkumpul di Lapangan Mega.

Ia meyakini visual mural bakal lebih mudah membekas di benak warga, khususnya anak-anak muda.

Menurut Muhammad Zaky, mandor para pekerja, sejak proyek itu ia garap, Lapangan Mega kini kian ramai dikunjungi warga setempat.

Anak-anak terutama menjadi pengunjung tetap setiap harinya.

"Setidaknya mereka bisa hafal Pancasila kalau sering main ke mari," ujarnya. (Christian Dior Simbolon/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya