Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
INTEGRITAS menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk menjadi calon kepala daerah, termasuk di DKI. Sebab, Gubernur yang kelak terpilih bakal mengelola APBD yang nilainya mencapai Rp70 triliun.
Untuk mengukur integritas calon tersebut, Koordinator ICW Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz menyebut, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) dari tiga pasangan calon pada Desember 2016 bisa menjadi tolak ukur. Pasalnya, pengelolaan sumbangan dana kampanye merupakan cerminan dari mampu tidaknya calon mengelola APBD. Jika tidak jujur dalam mengelola dana kampanye, kata Donal, pengelolaan APBD dipastikan bermasalah.
"Dana kampanye adalah acuan melihat integritas kandidat. Kalau tidak ada kejujuran dalam melaporkan dana kampanye, akan sulit melihat pemimpin DKI mengelola APBD Rp70 triliun. Kami harap ke depan lebih transparan dalam pelaporan LPPDK (Laporan Penerimaan dan Penggeluaran Dana Kampanye)," ujar Donal dalam diskusi bertajuk Menelusuri Integritas Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Sekretariat ICW Jakarta, Selasa (7/2).
Donal menyebut, LPSDK pasangan calon nomor urut satu Agus Yudhoyono dan Sylviana murni ke KPUD DKI sebesar Rp9,1 miliar sangat tidak rasional. Sebab, jika dilihat dari intensitas kampanye, Agus-Sylvi merupakan pasangan calon yang paling sering berkampanye bahkan sejak awal maju disamping paslon nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Bedanya, Donal menilai LPSDK milik Anies-Sandiaga sebesar Rp35,6 miliar lebih rasional. Adapun LPSDK milik paslon nomor dua Basuki-Djarot Rp48 miliar terbilang masuk akal.
"Kalau berkaca aktivitas kampanye dan alat peraga kampanye yang dimiliki, pasangan nomor 3 angkanya masih bisa diterima logika, tapi kalau Rp9,1 miliar untuk DKI sulit dicerna. Jangankan DKI, untuk (Pilkada) di Lebak (Banten) saja tidak cukup untuk kampanye," cetusnya.
Soal sikap Agus yang seringkali tidak mengetahui sumbangan dana kampanye miliknya dan menyerahkan ke tim, Donal menilai hal itu sebagai tindakan yang tidak masuk akal. Sumbangan dana kampanye merupakan bagian tidak terpisahkan dari paslon sehingga calon wajib mengetahui masuk keluarnya dana untuk kampanye. "Jika tidak mengetahui dana kampanyenya sendiri dan menyerahkan ke tim, pertanggung jawaban APBN bakal menjadi persoalan nantinya."
Di tempat yang sama, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz berpendapat, integritas adalah satu kata dan perbuatan. Untuk mengukurnya, dapat dilihat melalui visi-misi serta program kerja yang nantinya akan diaplikasikan sebagai rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Tolak ukur yang dilihat yakni masalah, analisa persoalan, solusi, dan jangka waktu yang dibutuhkan.
Dari ketiga calon, visi-misi paslon Agus-Sylvi merupakan yang paling panjang yang diawali dengan masalah kemudian diikuti dengan analisa dan program yang ditawarkan.
"Yang kurang adalah berapa lama diselesaikan itu tidak ada, adanya diselesaikan dalam waktu 5 tahun. Program Rp1 miliar per RW itu sejauh yang saya tahu kok tidak ada (di visi misi), pertanyaannya darimana materi kampanye itu muncul?," kata Masykurudin.
Paslon Basuki-Djarot, kata dia, tidak menjabarkan masalah yang ada dalam visi-misi. Menurut Masykurudin, hal itu adalah ciri khas petahana. Namun program dan jangka waktu pencapaian dijelaskan secara detail.
"Paslon nomor urut 3 (Anies-Sandiaga) jauh lebih sederhana, tidak ada masalah, tidak ada analisis, yang ada hanya ada 4 lembar yang itu mencantumkan visi misi serta program," tukasnya.
Adapun Direktur Populi Center Usep S Ahyar menyebut berdasarkan hasil survei integritas merupakan modal utama untuk bisa terpilih di Jakarta. Pemilih akan memilih calon berdasarkan integritas, sedangkan pemilih yang memilih berdasarkan identitas sosial seperti kesamaan suku dan agama hanya sebesar 5 persen.
"Yang menggembirakan dari proses survei selama ini perilaku pemilih banyak yang rasional," ucapnya.
Untuk mengukur integritas, Usep berpendapat salah satunya melalui debat. Dalam debat bisa diketahui mana program paslon yang realistis dan tidak, dan mana janji-janji yang bisa terpenuhi atau tidak. Hasilnya dari dua debat yang sudah dilakukan, Basuki-Djarot yang sebelumnya berada di bawah Agus-Sylvi kini menanjak di posisi teratas, Anies-Sandiaga yang sebelumnya di posisi terbawah naik ke posisi kedua, dan justru Agus-Sylvi yang sebelumnya teratas kini menjadi paling buncit.
"Setelah debat masyarakat bisa menilai ternyata terbalik paslon ada 14 persen masyarakat yang melakukan pergerakan, baik yang swing voters dan undecided voters, paslon nomor satu banyak yang terkurangi sekitar 7 persen," pungkas Usep. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved