Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Pengawasan Internal MK Diminta Libatkan Publik

Desi Angriani
30/1/2017 18:01
Pengawasan Internal MK Diminta Libatkan Publik
(Ist)

MANTAN pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai, pengawasan internal Mahkamah Konstitusi hendaknya melibatkan unsur masyarakat. Pasalnya, MK telah dua kali kecolongan dalam kasus suap yang menjerat hakim-hakimnya, yakni Aqil Mokhtar dan Patrialis Akbar.

"Sudah harus melibatkan unsur publik. Tentang sistem aturan maupun pengawasan internal. Ternyata sudah dua kali bobol kan," kata Busyro di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (30/1).

Sistem kewenangan otonom, jelas dia, sudah tidak cocok diterapkan dalam lembaga tertinggi konstitusi tersebut. Pelibatan unsur publik justru dapat memaksimalkan sistem pengawasan dan kinerja hakim MK.

"Itu bukti bahwa kualitas dan proses pengawasan internal MK sudah saatnya dilakukan perubahan dan sudah tidak bisa lagi menjadi kewenangan otonom MK saja," tuturnya.

Kendati demikian, Busyro enggan menanggapi kasus suap yang menjerat Hakim MK Patrialis Akbar terkait uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2016.

"Oo bukan urusannya kesamaan itu (Muhammadiyah). Biar diproses KPK sesuai dengan fakta yang sudah ditemukan oleh KPK gitu aja," tandasnya.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait permohonan uji materi UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Empat orang itu ialah Hakim MK Patrialis Akbar dan tiga pihak swasta Kamaludin, Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging, dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.

Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin selaku temannya sebagai perantara. Suap ini diberikan agar MK mengabulkan judicial review terhadap UU tersebut.

Mantan politikus PAN itu dijanjikan fee sebesar 200 ribu dolar Singapura buat memuluskan keinginan Basuki. Fulus sudah diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali.

KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan dari perusahaan, voucer pembelian mata uang asing dan draf perkara bernomor 129/puu-xiii/2015.

Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12c atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU 20/2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Basuki dan Fenny diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke1 KUHP. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya