Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
INSTITUTE for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Aliansi Nasional reformasi KUHP meminta Panja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Komisi III DPR bersama pemerintah memperluas doktrin alasan membela diri dalam kasus penghinaan yang diatur di RKUHP.
Diketahui, tindak pidana penghinaan dalam RKUHP diatur khusus dalam Bab XIX yang meliputi pencemaran (pasal 540 (1), (2), (3)), fitnah (pasal 541, 542), penghinaan ringan (pasal 543, 544), pengaduan fitnah (pasal 545, 546), persangkaan palsu (pasal 547), penistaan terhadap orang yang sudah meninggal (pasal 548, 549).
Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan pentingnya perluasan doktrin alasan membela diri untuk menghindari adanya pembungkaman dan pemidanaan terhadap kebebasan berekspresi.
“Kami mendorong DPR untuk memperluas penggunaan doktrin alasan membela diri dalam perkara penghinaan. Ini agar kebebasan berekspresi terkait dengan kritik tidak dicampuradukkan dengan menghina. Selama ini ekspresi yang bersifat kritik sering kali dilaporkan ke aparat penegak hukum sebagai penghinaan,” tegas Supriyadi.
Terlebih berdasarkan draf RKUHP yang ada, ancaman pidana bagi tindak pidana penghinaan dalam RKUHP justru meningkat. Fitnah yang di KUHP saat ini berlaku hanya diancam dengan pidana paling lama 4 tahun naik menjadi maksimal 5 tahun di dalam RKUHP. Kenaikan itu sama dengan pengaduan fitnah dengan angka kenaikan dari 4 tahun menjadi 5 tahun penjara.
“Bahkan penghinaan ringan yang hanya diancam 4 bulan 2 minggu di dalam KUHP, naik dengan ancaman paling lama 1 tahun penjara di dalam RKUHP,” cetus Supriyadi.
Supriyadi menyayangkan di Indonesia hanya terdapat dua alasan yang dapat digunakan untuk membela diri dalam perkara penghinaan, yakni untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Selain bermasalah dari sisi redaksional, menurut peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Rifqi S Assegaf, RKHUP sarat kejanggalan dan multitafsir. ‘’RKUHP memuat beberapa tujuan pemidanaan yang sebagian darinya bertentangan dan tidak ditegaskan mana tujuan pemidanaan yang utama.
Ia mencontohkan klausul pemidanaan ditujukan untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
“Ketiadaan penegakan tujuan pemidanaan utama yang menjadi acuan membuat berbagai pasal terkait dengan pemidanaan dan faktor peringanan dan pemberatan hukuman menjadi sangat luas dan tidak terarah sehingga potensial menimbulkan inkonsistensi dan penyalahgunaan,” tuturnya. (Nyu/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved