Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Pengadilan Ahok, Pengadilan Politik

Nuriman Jayabuana
04/1/2017 17:39
Pengadilan Ahok, Pengadilan Politik
(Dok. MI)

PROSES hukum yang sedang berjalan terhadap Basuki Tjahaja Purnama dinilai sebagai langkah politik untuk menjegalnya dalam pilgub DKI. Pengamat Politik LIPI Syamsuddin Haris mengumpamakan proses hukum yang sedang berjalan sebagai pengadilan politik.

"Bagi saya, proses yang sedang berjalan menjadi semacam pengadilan politik untuk menjegal Ahok. Sebuah rekayasa untuk menjegalnya kembali menjadi Gubernur,” ujar dia dalam diskusi di Rumah Lembang, Rabu (4/1).

Menurutnya, persoalan yang kini bergulir sama sekali sudah tidak ada kaitannya dengan penodaan agama. Bahkan, institusi penegak hukum tunduk begitu saja kepada tekanan kelompok tertentu.

“Apa yang dikatakan Pak Ahok sudah disikapi banyak pihak dengan sumbu pendek. Padahal, itu sama sekali bukan penistaan,” ujar dia.

Ia berpendapat perlu ada upaya kolektif masyarakat untuk turut mengawasi proses hukum terhadap Ahok. Sebab, kasus tuduhan penistaan tersebut bukan lagi sekadar soal pertarungan dalam pilkada. Tapi, sudah menyentuh pertaruhan kemajemukan bangsa. "Dan kemajemukan itu sendiri adalah fondasi utama bangsa ini," ujar dia.

Guru Besar Antropologi Hukum UI Sulistyowati Irianto mengatakan apa yang terjadi pada kasus Ahok sebenarnya mirip dengan yang terjadi di negara lain, yaitu menguatnya persoalan politik identitas.

“Bedanya mungkin kalau di sini memang berasal dari berbagai suku, etnis dan ras. Kalau di sana mereka menghadapi persinggungan dengan imigran pendatang.”

Sulistyowati mengungkapkan konstruksi identitas sudah sering kali menjadi bahan politisasi. Akibatnya, kelompok minor terpinggirkan karena ada upaya menyingkirkan mereka dari proses poltik.

Ia mengungkapkan pemerintah tak boleh diam membiarkan isu politik identitas bergulir lebih jauh. Negara perlu cepat mengambil tindakan untuk memitigasi kian beredarnya ujaran kebencian dan berita palsu.

“Soal kebebasan berpendapat dan kebablasan berpendapat, itu dua hal yang berbeda. Kalau hal seperti ini terus dibiarkan, ke depan terus menerus kita menghadapi persoalan seperti ini," ujar dia. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya