Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PRESIDEN segera membentuk suatu badan yang menangani pemantapan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala denyut jantung berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Ide tersebut merupakan suatu terobosan luar biasa di tengah dunia yang dihantui tindakan radikal dari sekelompok orang yang memaksakan kehendak dengan kekerasan, yang sering disebut sebagai teroris.
Fakta menunjukkan, Indonesia sudah menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran mereka. Pemantapan implementasi nilai luhur Pancasila, sebagaimana diinginkan Presiden, harus terwujud secara operasional dalam
semua isi UU, kebijakan, program, tindakan aparatur negara dan segenap warga negara Indonesia, mulai dari pusat mengalir ke daerah, lanjut ke desa-desa hingga pada kelompok inti suatu masyarakat, yaitu keluarga.
Pembentukan suatu badan yang mengelola pemantapan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila lebih cepat lebih baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, Presiden harus mengangkat sosok yang mampu memimpin Badan
Pemantapan Implementasi Nilai Luhur Pancasila (BPINLP) tersebut. "Oleh karena itu, menurut hemat saya, sosok pimpinan BPINLP harus memiliki sedikitnya enam kriteria utama," ujar Emrus Sihombing, Direktur
Eksekutif Emrus Corner.
Pertama, menguasai dan meresapi betul pemikiran Bung Karno. Sebab beliaulah yang pertama kali menyampaikan Pancasila itu pada 1 Juni 1945 yang sekaligus juga menjadi hari kelahiran Pancasila. Kedua, nasionalis religius. Hal ini penting, karena negara kita bukan negara agama, tetapi negara yang mengakui keberadaan agama dalam segala aspek kehidupan. Fakta di Indonesia, sejak dulu dan tentu seterusnya tumbuh dan berkembang berbagai agama yang sudah diakui di Indonesia. Jadi, Indonesia tidak mengenal mayoritas-minoritas dari aspek keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang ada, mayoritas dari aspek mana pun
merangkul minoritas dan minoritas dari perspektif apa pun harus menjadi berkat bagi mayoritas dalam segala bentuk yang positif. Dengan demikian, sekalipun berbeda kepercayaan agama, tetap dibalut dalam kebersamaan dan kesatuan Indonesia.
Ketiga, pemikiran, pandangan dan tindakannya selama ini harus menunjukkan nilai kebangsaan Indonesia yang pluralis. Kempat, perilaku kesehariannya harus inklusif. Artinya, ia tidak berada dalam suatu kelompok atau organisasi sosial atas dasar suku, agama, ras yang bersifat sangat eksklusif. Kelima, sosok yang mampu membangun komunikasi kebangsaan dengan berbagai kalangan kepentingan di negeri ini, tentu dalam koridor UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Keenam, yang tak kalah pentingnya, sosok tersebut berkeyakinan kuat dan mampu menguji secara akademik dari perspektif filsafat moral, filsafat etika, dan terutama filsafat hukum bahwa Pancasila digali dari
nilai-nilai luhur budaya kebangsaan Indonesia dan tak tergantikan oleh ideologi apapun di dunia, sepanjang eksistensi negera Indonesia tetap terjaga. "Poin keenam ini sangat penting agar sosok tersebut mampu
berdialektika di ruang publik tentang kedalaman nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber aturan tertulis maupun yang tidak tertulis yang berlaku di bumi pertiwi kita," tandas Emrus. (RO/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved