Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
BERBAGAI hasil survei banyak bermunculan terkait dengan Pilkada DKI Jakarta 2017. Lembaga-lembaga survei berlomba-lomba menunjukkan hasil elektabilitas setiap calon waktu demi waktu menjelang hari pencoblosan pada 15 Februari. Tak jarang hasil survei antara satu lembaga dan yang lain memiliki perbedaan yang cukup tajam.
Dugaan lembaga survei telah berubah menjadi konsultan politik salah satu calon untuk menggiring opini publik kerap terjadi di setiap pemilihan.
Hasil survei diutak-atik sedemikian rupa untuk mengubah persepsi masyarakat atau hanya menyenangkan calon yang memesan survei. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan tak seharusnya lembaga survei menabrak kaidah-kaidah ilmiah dalam menjalankan pekerjaan hanya demi menyenangkan para pemesan. "Kredibilitas survei harus tetap dijaga dengan memakai metodologi yang benar dan kajian ilmiah. Siapa pun yang memesan seharusnya tidak memengaruhi hasil survei," ujar Qodari.
Menurutnya, hasil survei antara satu lembaga dan lembaga lain bisa saja berbeda. Hal itu bergantung pada metode dan teknik yang digunakan dalam menyurvei responden. Untuk isu yang sama, perbedaannya bisa sangat jomplang. "Jadi, sangat bergantung pada teknik dan metode yang dipakai. Hasil survei menggunakan random sampling dan purposive, misalnya, bisa sangat jauh berbeda. Tergantung juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Namun, tidak menutup kemungkinan hasilnya juga mirip."
Qadari mengibaratkan hasil survei layaknya pemberitaan di media. Dalam memotret suatu realitas, media kerap mengambil sisi yang berbeda sehingga ada gradasi di headline-headline media biarpun yang diberitakan sama. Qodari menambahkan pada akhirnya publik bisa menilai sendiri kredibilitas lembaga survei. Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga-lembaga survei yang tidak kredibel pun akan terkena seleksi alam. "Publik tidak percaya lagi kalau hasil surveinya dijalankan sembarangan dan tidak menggunakan kaidah yang benar. Suatu saat pasti akan tutup sendiri," imbuhnya.
Tidak bergabung
Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk mengakui banyak lembaga survei yang tidak tergabung dalam asosiasi lembaga survei, baik itu dalam Persepi maupun AROPI (Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia). Padahal, bergabungnya lembaga survei dalam asosiasi tersebut ialah bentuk saling kontrol antarlembaga survei. "Masuk asosiasi supaya bisa saling mengingatkan dan diperhatikan. Kita (Persepi) punya dewan etik. Kalau ada hal-hal yang mencurigakan, keanehan atau kejanggalan (dari lembaga survei), kita kan ada AD/ART, di situ diatur bahwa bisa dan harus diperiksa dewan etik. Kita audit itu."
Ia pun menekankan hanya lembaga survei yang tergabung dalam Persepi yang bisa diaudit pihaknya. Namun, pihaknya tidak punya kewenangan untuk mengaudit lembaga survei di luar keanggotaan Persepi. Misalnya, lembaga survei Kedai KOPI yang beberapa waktu lalu sempat diadukan ke KPU DKI Jakarta lantaran diduga telah melakukan kebohongan publik. "Kalau (lembaga survei) itu bukan anggota kita, kita enggak bisa ngapa-ngapain," cetusnya.
Hamdi meyakinkan lembaga survei yang terbukti melanggar ketentuan akan dikenai sanksi. Sanksi paling berat ialah dilaporkan kepada pihak yang berwajib lantaran melakukan pelanggaran etika serius dengan melakukan kebohongan publik. Akan tetapi, hal itu dibuktikan terlebih dahulu melalui proses dewan etik. "(Sanksi) Kedua, kita keluarkan dari keanggotaan (Persepi)," tambahnya. Lantaran tidak ada regulasi yang mengatur secara ketat terkait dengan keberadaan lembaga survei, diakui Hamdi, hal itu justru membuat lembaga survei banyak bermunculan. Untuk itu, ia menekankan masyarakat dan media harus menjadi kontrol.
"Paling sekarang kontrol ada di masyarakat atau media. Kalau lembaganya abal-abal, tidak ada reputasi, penelitinya pun tidak jelas, tidak usah dipercaya." Terkait dengan lembaga survei yang menjadi konsultan politik, Hamdi mengatakan hal itu memang diperbolehkan. Namun, hasil risetnya tidak boleh dipublikasikan kepada publik.
Cukup di kalangan internal saja. Terkait dengan anggapan lembaga survei yang tergabung dalam asosiasi berpihak pada suatu kelompok tertentu, Hamdi menilai bila itu hanya sekadar anggapan, itu tidak dapat dijadikan dasar. "Kalau cuma anggapan publik yang tidak ada buktinya, kita tidak bisa ikuti anggapan orang saja. Kalau dalam Persepi, ada aturannya, kalau dia konsultan si A atau si B, kalian jangan keluarkan hasil survei yang menyangkut kandidat dia. Hasilnya di internal saja," jelasnya.
Sekjen AROPI Umar S Bakri menambahkan menjamurnya lembaga survei selalu terjadi menjelang pemilu. Sayangnya, tidak semua lembaga survei tersebut memiliki kapasitas yang memadai dalam hal metodologi riset dan dasar-dasar ilmu politik. Terlebih lagi, ia menyayangkan banyak hasil survei lembaga-lembaga seperti itu yang masih dipublikasikan media massa. "Padahal hanya media massa yang punya power efektif untuk menyeleksi mana lembaga survei yang baik mana yang abal-abal," terangnya.
Berkukuh
Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) yang dinilai melakukan kebohongan publik mengaku tidak melakukan itu. Mereka beranggapan tidak ada manipulasi data atau menabrak kaidah ilmiah survei. "Sekali lagi kami tegaskan bahwa Kedai KOPI tidak pernah melakukan rekayasa maupun memanipulasi data. Semua data apa adanya," terang Direktur Eksekutif Kedai KOPI Ari Sriaryani. Ia mengaku kecewa atas pelaporan ke kepolisian atas tuduhan rekayasa data survei tersebut.
Sikap itu menunjukkan ketidakdewasaan pihak tertentu dalam menerima hasil survei. "Kami menyesalkan adanya pihak-pihak yang tidak cukup dewasa dalam berdemokrasi dan tidak bisa menerima perbedaan. Itu termasuk menerima kenyataan atas hasil survei kami, yang kami laksanakan pada 19-24 Oktober 2016 lalu," paparnya. Menurutnya, Kedai KOPI siap membeberkan mekanisme survei dan pengambilan data survei tersebut. Hal itu bisa dijelaskan kepada pihak yang keberatan dan mempertanyakan kredibilitas. (Cah/Nur/Jay/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved