Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Tunjangan Naik, DPR Senang, Rakyat Susah

MI/ASTRI NOVARIA
19/9/2015 00:00
Tunjangan Naik, DPR Senang, Rakyat Susah
(MI/M IRFAN)
SUASANA batin sebagian besar anggota dan pimpinan DPR saat ini sedang bergembira. Tidak lama lagi, tepatnya pada Oktober, bulan depan, mereka akan menerima tunjangan yang telah dinaikkan dan telah disetujui Menteri Keuangan yang jumlahnya cukup besar.

Suasana kebatinan wakil rakyat yang terhormat itu memang berbeda jauh jika dibandingkan dengan suasana kebatinan sebagian besar masyarakat Indonesia yang kini semakin kesulitan ekonomi karena pendapatannya semakin tidak bisa mengejar dengan kenaikan barang-barang kebutuhan pokok, termasuk sembako.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Achmad Dimyati Natakusumah mengungkapkan memang Oktober mendatang kenaikan tunjangan bagi anggota dewan harus sudah dibayarkan. "Oktober harus dibayarkan kepada anggota. Ini sudah diketukpalukan dan sudah masuk program APBN-P 2015," ujar Dimyati.

Politikus PPP itu menilai fraksinya tidak termasuk yang bersikap menolak. Menurutnya, anggaran tersebut bisa berguna untuk menunjang tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. Menurutnya, apabila ada anggota yang menolak penaikan tunjangan, dapat menghibahkan kembali ke negara.

Sebelumnya, beberapa fraksi sudah menyatakan menolak penaikan tunjangan itu, di antaranya NasDem dan PDIP. Alasannya, menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, kondisi ekonomi saat ini mengesankan penaikan tunjangan DPR kurang tepat.

"Kami melihat ada banyak ancaman PHK. Penaikan tunjangan di tengah kinerja yang belum memuaskan bagi rakyat," ujar Hasto.

Menurut anggota DPR dari Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago, NasDem tidak pernah mengusulkan penaikan itu.

Diungkapkan, bahwa usul datang dari BURT dan Sekjen DPR RI pada Maret 2015. Waktu itu mayoritas fraksi menyatakan setuju. Alasannya inflasi yang naik setiap tahunnya. Posisinya, kata Irma, saat itu kondisi rupiah belum melemah seperti saat ini.

Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani pun akhirnya meminta Menkeu merevisi surat keputusan penaikan tunjangan tersebut. "Kalau SK bisa direvisi, bagus. PHK naik, ekonomi berat, guru demo tanyakan nasib, lalu kita yang jadi pejabat menaikkan tunjangan, tidak pas," pungkasnya.

Sikap Fraksi Golkar, seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Fraksi Golkar Firman Soebagyo, belum membahasnya. Kendati demikian, Firman mengatakan sepakat agar surat Menkeu terkait dengan persetujuan penaikan tunjangan itu dikaji kembali. "Kita cari momen yang paling tepatlah," cetusnya.

Harus dibatalkan
Saat menanggapi polemik tersebut, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta DPR tidak bermain dua kaki soal penaikan tunjangan, dengan bersikap malu tapi mau. Berdasarkan perhitungan Fitra, dengan penaikan itu, anggota biasa akan dapat uang dibawa pulang (take home pay) sebesar Rp57 juta, untuk wakil ketua alat kelengkapan/komisi DPR Rp59 juta, serta untuk ketua komisi dan alat kelengkapan mencapai Rp60,5 juta.

"Alokasi anggaran ini sudah telanjur disetujui oleh pemerintah, yaitu Kemenkeu. Namun, menurut kami, tunjangan ini dapat dan harus dibatalkan oleh pemerintah," tegas Sekjen Fitra, Yenny Sucipto, kemarin. (Nur/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya