Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Yasonna Jamin KPK tidak akan Lumpuh

MI/ADHI M DARYONO
19/9/2015 00:00
Yasonna Jamin KPK tidak akan Lumpuh
(ANTARA/ROSA PANGGABEAN)
MENTERI Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjamin rancangan revisi UU KUHP tak akan melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada perbedaan pandangan, yang pasti KPK tidak akan jadi lumpuh gara-gara itu (RUU KUHP)," kata Yasonna di gedung Kemenkum dan HAM Jakarta, kemarin.

Saat ini Komisi III DPR dan Kemenkum dan HAM sedang membahas RUU KUHP dengan memasukkan delik korupsi. Sejumlah pihak khawatir hal itu bisa berdampak pada KPK yang merupakan lembaga penegak hukum yang khusus mengurus korupsi (lex specialist), dan bukan bersifat umum seperti KUHP (lex generalis).

"Karena di buku kesatu juga diatur bahwa ini delik umum. Kalau ada delik umum, tetap dihargai delik khusus yang ada karena kewenangan KPK kan tidak dipangkas," tambah Yasonna.

Ia menambahkan, rancangan revisi UU KUHP bertujuan untuk membuat kodefikasi hukum Indonesia.

"Tidak berarti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) juga menjadi bubar dengan delik terorisme ada di KUHP. Delik pencucian uang jadi hilang, ya tidak. Ini kan tetap kewenangan penegakan hukum. KPK tetap dipertahankan. Lex specialist-nya ada di dalam buku satu yang belum dibahas, ada ketentuan itu. Ini orang melihatnya sepotong-sepotong," jelas Yasonna.

Saat menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji meminta agar tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang tidak dimasukkan ke rancangan revisi UU KUHP.

"Kami sudah mengajukan surat kepada pemerintah tentang RUU KUHP. Pada intinya, kami menyampaikan delik-delik tindak pidana korupsi (tipikor) tidak diintegrasikan ke dalam RUU KUHP karena integrasi tersebut akan bermakna bahwa delik tipikor bukan lagi sebagai tindak pidana khusus, tapi menjadi tindak pidana umum. Akibatnya, justru akan terjadi deligitimasi wewenang KPK memeriksa kasus tipikor. Begitu pula dengan delik-delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) agar tidak diintegrasikan ke dalam RUU KUHP dengan akibat yang sama terhadap KPK," kata Indriyanto.

Jika kasus korupsi tetap dimasukkan ke revisi UU KUHP, sambungnya, asas lex specialist harus ditegaskan di dalamnya supaya tidak mendelegitimasi kelembagaan KPK.

Rancangan revisi UU KUHP memuat 766 pasal atau bertambah 197 pasal dari KUHP yang hanya memuat 569 pasal. Revisi UU KUHP-KUHAP merupakan inisiatif dari pemerintah yang telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014.

Kejagung mengkritik

Pada 10 September lalu, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung HM Prasetyo juga mengkritik masuknya delik korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam rancangan revisi UU KUHP.

Menurut Prasetyo, jika demikian, UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi otomatis kehilangan kekhususannya.

"Artinya tidak lex specialist lagi. Ini tentu harus diperhatikan juga ya," ujar Prasetyo.

Jika demikian, sambungnya, artinya hukum di Indonesia tak lagi menganggap kejahatan korupsi sebagai kejahatan yang serius dan membutuhkan penanganan khusus.

Prasetyo khawatir bahwa usulan itu jadi diartikan melemahkan KPK dan Kejaksaan Agung dalam penuntasan kasus-kasus korupsi. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya