Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
TERDAKWA Bupati Empat Lawang, Sumatra Selatan Budi Antoni Aljufri beserta istrinya, Suzana, terlihat diam menyimak isi surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum Rini Triningsih, dalam sidang di Pengadilan Tipikor, di Jakarta, kemarin.
Sesekali pasangan suami istri itu saling menoleh berdiskusi kecil di atas kursi pesakitan saat sidang berlangsung. Sepertinya ada hal yang tidak mereka mengerti.
Berdasarkan dakwaan jaksa, Budi Antoni dan Suzana ternyata kompak untuk menyuap ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar saat penyelesaian sengketa pilkada di kabupaten tersebut.
Khawatir sang suami tidak menjabat lagi sebagai bupati lantaran kalah dalam gugatan di MK, Suzana pun menyetujui permintaan sang suami untuk menyuap Akil sebesar Rp15 miliar.
Suzana pun rela mengantarkan uang suap kepada perantara Akil, yakni Muhtar Ependy yang mengaku sebagai konsultan pilkada saat ditemui di MK oleh Antoni dan Suzana.
Atas bujuk dan rayuan Muhtar Ependy, Antoni dan Suzana mengiyakan permintaan sang pengadil, yaitu Akil Mochtar untuk memenangkan gugatan Antoni.
Kisah tersebut tertuang semua dalam surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Antoni dan Suzana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Pada akhir Juni 2013, sebelum sidang pembacaan putusan sela, Muhtar Ependy dihubungi Akil yang menanyakan imbalan dari terdakwa Budi Antoni Aljufri. Permintaan tersebut kemudian disampaikan Muhtar Ependy kepada terdakwa Budi Antoni bahwa Akil meminta uang sejumlah '10 mpek-mpek' yang maksudnya Rp10 miliar," tutur jaksa Rini.
Dalam dakwaan disebutkan juga, Antoni khawatir dirinya tidak bisa menang di MK.
Untuk itu, Antoni meminta kepastian realisasi dari Rp10 miliar yang telah diberikan kepada Muhtar Ependy.
"Selanjutnya Muhtar Ependy memberitahukan agar uang tersebut diserahkan melalui Iwan Sutaryadi, wakil pimpinan Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta. Atas permintaan Muhtar tersebut terdakwa Budi Antoni menyetujuinya dan menyampaikan bahwa yang akan mengantarkan uang tersebut adalah istrinya," tambah jaksa lagi.
Lebih lanjut, Jaksa Rini mengatakan, sebelum putusan di MK, Akil melalui Muhtar meminta uang tambahan kepada Antoni sebesar Rp5 miliar untuk penerbitan putusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
"Kemudian Antoni meminta istrinya untuk kembali memberikan uang sebesar US$500 ribu atau setara Rp5 miliar kepada Muhtar," papar Jaksa.
Uang Rp5 miliar dan US$500 ribu itu terbungkus di dalam kardus kemudian diserahkan kepada Akil di rumah dinasnya, di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Sedangkan sisanya sebesar Rp5 miliar telah disetorkan Iwan Sutaryadi secara bertahap ke rekening tabungan Muhtar Ependy di Bank Kalbar Cabang Jakarta.
Selain menyuap Akil senilai Rp15 miliar, keduanya juga didakwa telah memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan Akil Mochtar beberapa wakti lalu.
Atas perbuatan mereka, pasangan suami istri tersebut dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan diancam dengan penjara minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved