Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMERINTAHAN Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjunjung tinggi supremasi hukum. Kejaksaan sebagai bagian dari pemerintah di bidang hukum memiliki peran strategis guna mengawal pelaksanaan penegakan hukum di negeri ini. Bagaimana Jaksa Agung M Prasetyo mengemban amanat dalam dua tahun pemerintahah Presiden Joko Widodo? Wartawan Media Indonesia Golda Eksa melakukan wawancara. Berikut petikannya.
Selama dua tahun Anda menjabat Jaksa Agung, bagaimana pencapaian sesuai dengan program Nawa Cita?
Undang-undang kejaksaan menempatkan jaksa pada dua posisi, yakni sebagai bagian dari eksekutif tetapi sekaligus harus melaksanakan tugas kewenangan dan tanggung jawab sebagai penegak hukum/yudikatif. Sebagai organ pemerintah, tentu saja kejaksaan akan fokus pada semua program yang menjadi prioritas presiden sebagai kepala pemerintahan. Kejaksaan memahami bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo gencar memberantas korupsi, tetapi di sisi lain pemerintah juga giat menyelamatkan keuangan negara. Karena itu, kejaksaan selain melakukan penyidikan dan penuntutan dan membongkar kasus-kasus korupsi, juga berusaha keras menyelamatkan dan mengembalikan aset/keuangan negara. Selama ini dikeluhkan bahwa penyerapan anggaran rendah yang berakibat pembangunan berjalan lamban karena pimpinan proyek dan para pejabat di pusat dan daerah khawatir melanggar hukum yang berujung menjadi kasus hukum. Pada 2016 saja kejaksaan menyelamatkan uang negara sebesar Rp10,1 triliun.
Keterbatasan anggaran kejaksaan apakah menjadi kendala?
Sebagai bagian pemerintah sangat dipahami bahwa anggaran pemerintahan terbatas. Namun, keterbatasan anggaran tidak harus menjadi kendala bagi kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai penegak hukum. Tugas dan kewajiban tersebut harus tetap dilaksanakan secara baik, benar, dan berkualitas. Kami tidak boleh melalaikan tugas hanya karena alasan terbatasnya anggaran. Fakta ini justru menjadi tantangan bagi kejaksaan untuk menunjukkan eksistensinya guna menegakkan hukum.
Program apa saja yang menjadi prioritas Anda untuk tiga tahun mendatang?
Program kejaksaan yang terus dilaksanakan ke depan di antaranya memperkuat tugas pendampingan melalui program TP4P dan TP4D. Melalui program tersebut diharapkan, di masa depan tidak ada lagi proyek yang tidak dilaksanakan dengan alasan pejabat negara takut melanggar ketentuan hukum. Pendampingan yang dilakukan aparat kejaksaan akan menyadarkan para pejabat mengenai rambu-rambu hukum sehingga proyek berjalan dengan baik, penyerapan anggaran maksimal, dan kesejahteraan rakyat meningkat. Program lain yang mendesak dilaksanakan ialah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan. Tidak dapat disangkal bahwa kepercayaan publik terhadap kejaksaan saat ini masih rendah akibat ulah segelintir oknum jaksa. Masih ada jaksa yang terjerat kasus hukum, mulai kasus penyalahgunaan narkoba hingga korupsi.
Namun, beberapa jaksa sering disebut terindikasi terlibat dugaan korupsi?
Siapa saja jaksa yang salah, apa pun pangkat dan jabatannya, harus ditindak. Akan tetapi, sebaliknya, kejaksaan juga tidak akan menindak oknum jaksa yang tidak terbukti bersalah. Sebagai penegak hukum, tentu saja kejaksaan harus berjalan berdasarkan hukum dan tidak boleh menghukum anggotanya hanya karena tekanan sekelompok orang. Kejaksaan akan tetap membela anggotanya jika memang tidak bersalah. Sebagai bukti bahwa kami telah bertindak tegas, pada 2015 misalnya, sebanyak 60 jaksa nakal dipecat karena terindikasi menggunakan narkoba hingga mencuri barang sitaan perkara. Tidak akan ada toleransi karena pelanggaran hukum yang mereka lakukan mencoreng nama dan martabat Korps Adhyaksa.
Persoalan kasus pelanggaran HAM di masa silam juga masih menggantung. Kejaksaan mendapat tugas untuk ikut menuntaskannya?
Soal kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu, tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab kejaksaan. DPR dan Komnas HAM juga mempunyai peran untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HM masa lalu. Saat ini pemerintah melalui Kejaksaan Agung dan Komnas HAM tengah berupaya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pemerintah menawarkan cara nonyudisial untuk mengatasi kebuntuan yang selama ini terjadi. Hanya, cara nonyudisial itu belum diterima dan disepakati semua pihak karena belum memiliki semangat, pemikiran, dan pemahaman yang sama. Namun, dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan Komnas HAM telah ada kesamaan pendapat, di antaranya kasus seperti peristiwa 1965 akan diselesaikan secara nonyudisial. Semoga cara ini bisa mengakhiri kenangan dan agar bangsa kita tidak tetap tersandera dan menanggung beban sejarah masa lalu yang kelam. (B-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved