Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
MEMBELA negara tidak harus dengan memikul senjata dan melatih fisik untuk menghadapi perang. Semangat membela negara harus dimaknai secara luas. Kesuksesan di berbagai bidang yang digeluti merupakan wujud membela negara. Apalagi, kesuksesan tersebut memberikan kontribusi konkret terhadap pertahanan Indonesia dalam menghadapi ancaman dari luar.
"Jadi jangan dimaknai sempit. Biar pun ada dimensi militernya, tidak ada salahnya bila nilai-nilai militer yang positif diadopsi dan dikembangkan. Jangan terjebak dengan trauma dan stigma di masa lalu," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Timbul Siahaan di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kemenhan meluncurkan program bela negara pada 2015. Pada tahap awal, sebanyak 4.500 kader dari 45 kabupaten/kota direkrut menjadi kader bela negara. Program tersebut kerap dikritik sebagai bentuk militerisasi sipil.
Namun, menurut Timbul, program bela negara jauh dari bentuk-bentuk militerisasi. Praktis hanya latihan baris-berbaris yang dekat dengan kegiatan berbau militer. "Indoktrinasi dan pelatihan lebih diarahkan pada upaya membangun kebanggaan," jelasnya. Hal tersebut, ucap Timbul, sesuai dengan kurikulum bela negara yang disiapkan Kemenhan. Inti kurikulum tersebut terdiri atas lima nilai dasar, yakni cinta Tanah Air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, serta memiliki kemampuan awal dalam bela negara secara fisik maupun nonfisik.
Kemenhan menargetkan 100 juta kader bela negara di seluruh Indonesia dalam 10 tahun ke depan. Meski belum punya hitungan pasti, menurut Timbul, jumlah kader terus meningkat. Pasalnya, kader-kader utama yang disiapkan Kemenhan mulai bergerak untuk merekrut kader baru.
"Di berbagai daerah kita lihat banyak yang mulai bangun komunitas dan kelompok bela negara. Mereka lakukan dan galang dana sendiri. Kemenhan sama sekali tidak membiayai. Paling hanya kirim orang untuk lakukan pembimbingan dan pelatihan. Artinya, program bela negara itu ternyata diminati kaum muda," paparnya.
Menurut Timbul, saat ini sejumlah perguruan tinggi telah dan tengah bersiap mengadopsi kurikulum bela negara ke dalam kurikulum perkuliahan. Misalnya, di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Unisba, dan Universitas Pancasila.
Tidak hanya dengan pihak kampus, imbuhnya, Kemenhan juga aktif bekerja sama dengan para ulama, partai politik, dan sejumlah organisasi kemasyarakatan dalam meningkatkan kemampuan bela negara para pemuda di seluruh Tanah Air.
"Terbaru, Partai Golkar berencana 3.000 orang kader akan ikut program bela negara. Tapi bukan berarti Kemenhan menjadi kuning. Siapa pun yang tertarik, kita terbuka. Yang kita inginkan ialah setiap pemuda punya kebanggaan terhadap negara ini dan punya kemampuan untuk membela negara ketika dibutuhkan, apa pun bentuk ancamannya," tandas dia.
Ancaman nontradisional
Dalam pandangan Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais, program bela negara yang diusung Kemenhan harus bisa menjawab ancaman nyata kekinian. Ia menilai saat ini negara menghadapi ancaman nontradisional, di antaranya perang siber dan ancaman kerusakan lingkungan. Jika ingin program bela negara tetap berguna dan relevan, ia menyarankan materi pengajaran harus sesuai dengan ancaman-ancaman yang ada.
"Kalau ada konsep bela negara tentu itu harus diisi dengan kurikulum yang tidak konvensional yang selama ini terlihat. Harus lebih kekinian, kontemporer, sesuai dengan tantangan nontradisional itu," ujar politikus PAN itu.
Ia mengakui program bela negara dengan konsep pendidikan dan pelatihan yang menjangkau banyak kementerian/lembaga itu memiliki manfaat yang besar. Namun, pola dan orientasinya belum menyentuh langsung kebutuhan pertahanan warga.
"Program ini masih belum jelas orientasinya ke mana. Narasi yang dibangun pemerintah selama ini, terus terang, kurang bisa menjawab kebutuhan publik saat ini," cetus putra mantan Ketua MPR Amien Rais itu. (Kim/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved