Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Tangkal Penyebaran Radikalisme di Tanah Air

Golda Eksa
20/10/2016 08:34
Tangkal Penyebaran Radikalisme di Tanah Air
(Antara/Didik Suhartono)

PEMERINTAH melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana menutup semua situs di dunia maya yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme. Kebijakan itu akan ditempuh menyusul temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut kaum muda hingga kanak-kanak telah terpapar oleh ajaran ekstrem tersebut.

Penyebaran paham radikalisme oleh kelompok tertentu itu bermuara dari tingginya angka pengguna internet di Indonesia. Selain upaya menutup akses daring, pemerintah pun mengimbau semua pihak, termasuk orangtua dan tenaga pengajar, untuk memperketat pengawasan terhadap perilaku generasi penerus bangsa.

Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius menjelaskan upaya menangkal penyebaran paham radikalisme di Tanah Air melibatkan 17 kementerian dan lembaga pemerintah. Tim satuan tugas yang memiliki korelasi dengan tugas BNPT itu diberi mandat untuk menyosialisasikan program deradikalisasi secara menyeluruh.

"Masalah ini dinamis dan tidak gampang menyelesaikannya. Program ini akan terus bergulir. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita menangani secara terintegrasi dan bukan parsial. Oleh karena itu, setiap instansi harus pegang peranan," kata Suhardi kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (17/10).

Ambil peranan
Sebagai contoh, lanjut dia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan mengambil peran dalam hal pemberian pemahaman kepada anak bangsa yang duduk di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga level mahasiswa.

Bentuk pembekalan itu berupa penyampaian ancaman radikalisme, perbaikan kurikulum, dan perhatian dari tenaga pengajar kepada anak didiknya. Selain itu, pihak sekolah pun ditekankan untuk selektif dalam merekrut calon guru atau dosen.

"Artinya ada juga guru-guru yang mungkin dalam tanda kutip punya paham radikal dan bisa memasukkan paham itu kepada anak-anak. Apalagi kalau sampai kita tidak bisa mengawasi dan mengamatinya, kan bahaya," kata dia.

Suhardi menambahkan ujung pangkal penyebaran paham radikalisme ialah melalui media maya. Dalam kasus tersebut, Kemenkominfo nantinya akan bertindak dengan menutup konten-konten berisi ajaran radikal, termasuk cara mengatasinya.

Menurutnya, angka pengguna internet di Indonesia kurun 2015 mencapai 139 juta orang. Bahkan, hasil survei itu menyebutkan rata-rata setiap orang menghabiskan waktu 181 menit untuk berselancar di dunia maya melalui ponsel cerdas yang dimiliknya.

Pengaruh perkembangan sarana media, terang Suhardi, terbilang sangat luar biasa. Nantinya pada laman yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme akan disisipkan pernyataan dari tokoh agama dan alim ulama.

Kontrapropaganda itu bertujuan agar masyarakat bisa memilah mana ajaran yang benar sesuai dengan petunjuk agama. "Kalau tidak bisa mengeblok situs itu, ya, peranan orangtua, guru, dosen itu yang sangat penting di samping kita juga tetap memberikan pencerahan," tandasnya.

Mudah dicuci otak
Pengamat terorisme Al Chaidar mengungkapkan kalangan remaja kerap dijadikan sebagai target penyebaran paham radikal. Kelompok radikal menganggap lebih mudah untuk mencuci otak kalangan yang masih belia.

"Remaja menjadi sasaran termudah dalam perekrutan kaum radikal. Lebih mudah untuk mendoktrin remaja supaya mau menjadi pelaku teror dan bahkan digiring supaya bersedia mati dalam menjalankan aksi teror," kata dia kepada Media Indonesia, Senin (17/10).

Sering kali kelompok radikal menyalahgunakan perguruan tinggi sebagai basis penyebaran doktrin. Penyebaran paham radikal kepada kalangan intelektual di perguruan tinggi umumnya berkedok perkumpulan agama tertentu yang dilakukan secara berkala.

Di dalam forum itulah, doktrin paham radikal ditularkan dengan menanamkan rasa kebencian terhadap kelompok agama tertentu. "Maka ini yang juga perlu menjadi warning bagi aparat supaya juga bisa meningkatkan pengawasan di lembaga pendidikan tinggi," ujar dia.

Pendekatan sosial
Namun, ia menyarankan supaya program deradikalisasi mengutamakan pendekatan sosial. Banyak ormas yang di dalamnya terselip penyebar paham radikal. Ia mengatakan bila salah pendekatan, justru terdapat risiko terjadinya gejolak di tengah masyarakat.

Pada level tertentu, ujar dia, penyebaran paham radikal bahkan cukup hanya membutuhkan akses internet. Terlebih, pemikiran remaja yang masih labil mudah termakan oleh penyebaran paham radikal di jagat maya. "Makanya sangat perlu untuk membatasi konten di internet, terutama yang terkait dengan potensi munculnya teror," ujar dia. Isu terorisme dan radikalisme memang menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi.

Namun, tidak hanya pemerintah yang harus mengerjakan tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Sebagai bangsa yang plural, semua pihak dituntut terus meneguhkan komitmen bersama mencegah dan melawan aksi terorisme.

Presiden Jokowi dalam rangka HUT ke-71 RI telah menegaskan tidak ada tempat untuk terorisme di Nusantara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. (Jay/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik