Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Wawancara Ekslusif dengan Jusuf Kalla: Berjalan tanpa Kegaduhan

Teguh Nirwahjudi,Christian Dior Simbolon
20/10/2016 09:55
Wawancara Ekslusif dengan Jusuf Kalla: Berjalan tanpa Kegaduhan
(MI/Panca Syurkani)

PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) genap berusia dua tahun Oktober ini. Di satu sisi, pemerintahan telah meraih berbagai capaian positif meski di sisi lain, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk memenuhi janji Nawa Cita. Berikut petikan wawancara wartawan Media Indonesia Teguh Nirwahjudi dan Christian Dior Simbolon dengan Wapres Jusuf Kalla di ruang kerjanya di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (17/10) lalu.

Bagaimana Anda menanggapi hasil survei yang menunjukkan peningkatan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK?

Pemerintah bekerja bukan hanya diukur dengan kepuasan masyarakat. Selalu kita berusaha yang sebaik-baiknya, bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pendapatan, memperbaiki infrastruktur, ketahanan pangan, dan sebagainya. Kami merumuskan program dan kalau sesuai dengan harapan masyarakat, otomatis masyarakat akan puas. Jadi bukan bekerja karena ingin kepuasan masyarakat.

Dalam dua tahun pemerintahan, bidang apa yang dirasa berat?

Ini kan program kita lima tahun, jadi ada yang bisa diukur jangka pendek, ada juga yang diukur dengan pencapaian jangka menengah dan panjang. Jadi tentu tidak semua bisa diukur langsung selesai. Banyak hal yang juga harus dijalankan. Seperti kalau kita lihat secara umum saja dulu. Suasana politik baik. Bahwa ada sedikit riak-riak, itu efek dari demokrasi yang merekah, euforia karena itu banyak orang bicara wah jadi ramai. Tidak hanya di sini, di Amerika Serikat juga begitu. Ya tentu ada juga batasan-batasannya, kalau dari sisi itu saya kira tidak ada soal. Perekonomian, ya, berjalan lah. Ekonomi akan berjalan terus sampai kapan pun karena kebutuhan masyarakat naik terus. Pekerjaan tentu harus naik terus. Perencanaan sesuai dengan harapan masyarakat kita jalani. Masalah sosial saya kira itu bergantung pada dua hal itu. Suasana perpolitikan dan ekonomi akan menimbulkan kebaikan di dunia sosial. Ada yang baru dicapai setengah seperti infrastruktur masih dalam proses, listrik masih dalam proses, tapi telah berjalan. Peningkatan investasi juga terus berjalan tidak akan pernah selesai itu, tinggal pertumbuhannya. Karena itu diukur selalu dari pertumbuhan. Kalau diukur pertumbuhannya 5% itu kita berada di tengah atas lah. Lebih tinggi daripada Malaysia. Kita lebih baik daripada pertumbuhan Malaysia dan Thailand, tapi kita di bawah India dan Filipina. Namun, inti pokoknya pertumbuhan itu dalam kondisi yang cukup baik.

Telah dua kali terjadi pertukaran personel di kabinet. Apakah kabinet yang ada saat ini sudah ideal?

Ideal itu ujungnya kepada performa, kan? Kalau program itu hasilnya bagus kan otomatis dapat kita katakan ada yang dicapai. Ya, kesempurnaan itu ada di tangan Tuhan, saya tidak bisa katakan sempurna, masih ada juga hal-hal yang masih menjadi masalah. Akan tetapi, berarti sudah lebih baik? Iya. Kalau zaman dulu kan kabinet suka dikritik media suka bertabrakan, saling bertentangan. Saya kira hal itu sekarang sudah sangat kurang jika dibandingkan dengan yang dulu kan. Berarti kekompakan itu relatif lebih baik daripada sebelum reshuffle. Jadi sekarang relatif baik.

Berarti tidak gaduh lagi?

Berkurang. Itu kan sistem juga. Di sistem sekarang ini, setiap menteri izin bikin kebijakan yang menimbulkan efek di masyarakat. Lainnya itu juga harus disetujui dulu di rapat kabinet. Jadi perubahannya bukan pada orang saja, melainkan juga pada sistem. Lebih banyak rapat terbatas (ratas) supaya koordinasinya makin baik. Tidak boleh menteri itu sekarang seenaknya bikin aturan ini-itu.

Bagaimana kencenderungan partisipasi publik dalam program pembangunan yang dijalankan pemerintah?

Sekarang kan berbeda dengan dahulu. Pemerintah dulu bisa berbuat seenaknya untuk pembebasan lahan, sekarang enggak. Kalau dulu bisa pakai aparat, sekarang enggak. Sekarang pakai sistem jual beli atau pembebasan dengan sistem ganti untung. Memang itu kadang lebih tinggi daripada harga nilai jual objek pajak (NJOP). Itu memang karena prinsipnya di UU juga harus ada musyawarah. Masyarakat akan berpartisipasi kalau menguntungkan mereka. Kami terima itu. Partisipasi itu memang harus menguntungkan kedua pihak. Akan tetapi, partisipasi tidak hanya itu. Jika dilihat dari kegiatan masyarakat secara keseluruhan, memang kita bertujuan agar masyarakat terjun untuk meningkatkan produktivitas.

Bagaimana dengan program pembangunan yang terhambat lantaran persoalan pembebasan lahan oleh warga?

Ya masih. Masih ada masalah. Tergantung negosiasinya. Seperti dulu partisipasi soal listrik di Jawa Tengah (PLTU Batang). Itu memakan waktu tapi selesai juga akhirnya. Atau jalan-jalan tol, lama juga itu, tapi akhirnya ganti untung. Sekarang pemerintah sedang mengupayakan pembebasan lahan Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Semua itu bergantung pada proses negosiasinya.

Termasuk partisipasi masyarakat dalam penanganan kebakaran hutan?

Kalau kebakaran hutan tidak ada negosiasi. Siapa melanggar, dihukum. Kita coba tingkatkan kesadaran publik untuk tidak membuka lahan dengan membakar. Kesadaran publik juga dibarengi dengan pembelajaran, sosialisasi, juga dengan hukum yang jelas. Tanpa hukum yang jelas, siapa yang salah siapa yang benar, susah juga untuk meningkatkan partisipasi.

Terkait dengan kebijakan pemotongan anggaran, apakah akan selalu ditempuh bila penerimaan negara tertekan?

Dalam sistem bujet itu kan otomatis dibuat, berapa penerimaan baru berapa pengeluaran? Bukan sebaliknya. Walaupun bisa saja pengeluaran lebih besar daripada penerimaan, ada batas defisitnya, 2,5%. Sekarang kita lebih hati-hati mengukur pengeluaran itu, jangan berlebihan.

Dengan data basis pajak yang baru dari program pengampunan pajak, ada kemungkinan penerimaan meningkat?

Ya, memang penerimaan pajak itu otomatis mencakup. Caranya dua hal, basis pajaknya menyebar dan ekonomi bergerak, bertumbuh. Perdagangan naik, orang untung karena yang dipajakin kan orang yang untung. Dengan melemahnya ekonomi, keuntungan dunia usaha juga berkurang kan, perdagangan menurun, otomatis yang bisa dipajakin menurun. Kita usahakan memperbaiki basis pajak, tapi tetap juga kita jaga ekonomi lebih lancar supaya penerimaan baik. Namun, melihat kondisi dunia begini, ya, tidak mudah. Karena itu, kita harus menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan. Itulah yang dimaksud dengan pemotongan-pemotongan anggaran tahun ini karena ekspektasi kita tidak sesuai dengan kenyataan.

Termasuk mengurangi dana transfer ke daerah?

Ke daerah itu ada rumusnya, transfer ke daerah itu 26,5% dari total APBN yang terealisasi. Kalau realisasi APBN berkurang, otomatis yang ditransfer juga berkurang. Tidak mungkin penerimaan berkurang, transfer tetap. Apa yang mau dikirim ke daerah kalau tidak ada. Bukan soal mau atau tidak mau. Kita dibatasi masalah defisit itu.

Jadi kepala daerah harus lebih bersabar, ya?

Ya, harus melihat kenyataan yang ada karena kondisi kita tidak sama. Perencanaan harus dikurangi. Sama kayak orang mengharapkan makan apa hari ini.

Makan ayam opor, ikan atau pakai apa?

Ya, kita akan tetap makan tapi dikurangi saja apa yang ada di atas meja.

Bagaimana implementasi penguatan kelembagaan?

Kita malah mengarah kepada penyederhanaan kelembagaan. Karena itu, lembaga-lembaga nonstruktural yang tidak dibutuhkan kita ingin bubarkan. Kita juga akan moratorium supaya meningkatkan kualitas, bukan jumlah birokrasi. Moratorium penambahan jumlah pegawai atau negative growth. Pensiun 100, maka yang diterima penggantinya 50. Itu untuk mengurangi jumlah birokrasi yang tidak perlu agar lembaga itu kuat. Karena kalau terlalu banyak itu akan lemah, boros.

Apakah sudah terlihat tanda-tanda positif dari implementasi tersebut?

Iya, karena itu untuk menekan biaya. Contohnya pemekaran wilayah itu dihentikan karena anggaran tidak mungkin lagi. Jadi seperti itu agar lembaga kuat.

Terkait dengan moratorium pemekaran wilayah, itu sampai kapan?

Sampai kita bisa membiayai, mungkin agak lama. Toh, 35 provinsi cukuplah sampai sekarang ini.

Moratorium berlaku untuk daerah otonom kabupaten dan kota?

Iya semua tidak boleh. Undang-undang (UU) bilang boleh digabung lagi, tapi praktiknya kan tidak mudah. Bagaimanapun di daerah-daerah itu sudah ada seorang bupati, wali kota, dan DPRD. Mana mau mereka digabung lagi. Makanya, yang kita lakukan ya tidak menambah daerah otonom baru.

Untuk daerah otonom yang dinilai gagal, apa langkah pemerintah?

Pembinaan, kalau kabupaten ya oleh provinsi, kalau provinsi ya dari Kementerian Dalam Negeri. Meningkatkan efisiensi, pendapatan. Penyebabnya bisa macam-macam, sumber daya tidak memadai, kepemimpinan tidak memadai.

Pemerintahan Jokowi-JK masih punya waktu tiga tahun lagi. Apa yang perlu diwaspadai?

Tentu banyak. Di sisi ekonomi, tentu yang diwaspadai bagaimana situasi ekonomi dunia, bagaimana harga komoditas, bagaimana tingkat produktivitas. Di sisi politik, bagaimana supaya jangan ada konflik-konflik, pemilihan kepala daerah (pilkada) aman jangan gaduh. Di sisi keamanan, supaya faktor radikalisme jangan menjadi masalah keamanan nasional. Kalau bicara yang diwaspadai tentu kita waspadai semua, tapi khususnya di bidang itu.

Ada prediksi kira-kira kapan ekonomi dunia membaik?

Tidak ada yang bisa meramalkan. Ahli ekonomi di dunia saja tidak bisa. Direktur IMF Christine Lagarde bilang, "Global growth too low for too long." Terlalu lama ekonomi dunia melemah, akhirnya perdagangan turun, harga-harga turun, produktivitas turun. Banyak negara yang sulit, AS dan Tiongkok termasuk, Venezuela bangkrut, Arab Saudi sedang kena masalah. Kita juga pasti kena masalah. Kita masih untung karena ekonomi dalam negeri kita masih bagus, masih jalan. Tidak macet seperti di Venezuela, Brasil, Yunani, dan Afrika Selatan.

Jadi ada optimisme Indonesia masih bisa terus tumbuh?

Asal kita berusaha dengan baik dan tidak ada masalah serius di dalam negeri, ya, pasti bisa jalan. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya