KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso terkait wacana mengevaluasi rehabilitasi pengguna narkoba bertentangan dengan semangat UU Kesehatan dan UU Narkotika.
Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar mengatakan pernyataan itu patut ditarik kembali. "Budi Waseso masih menunjukkan sikap kontroversial alias menciptakan kegaduhan," kata Haris di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, Pasal 54 UU No 35/2009 tentang Narkotika menyatakan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. "Rehabilitasi lebih baik bagi pengguna narkotika daripada sanksi pidana penjara," tukasnya.
Pemberian sanksi pidana penjara bagi para pengguna, sambung Haris, justru mengaburkan tujuan pokok kehadiran BNN, yakni menjadi institusi yang berfokus pada tindakan preventif dan penindakan pada bandar besar dalam memberantas narkoba.
"Hal ini justru tidak menyelesaikan masalah narkotika secara menyeluruhbaik jangka pendek maupun panjang. Dari hasil penelitian akademis, 'perang melawan narkotika' yang hanya menangkap dan memenjarakan pengguna kelas kecil terbukti gagal di berbagai negara," imbuh dia.
Sebelumnya, Kepala BNN Budi Waseso menyatakan rehabilitasi bagi pengguna narkoba akan menambah beban negara. Ia pun berencana mengevaluasi kebijakan rehabilitasi pengguna narkoba.
"Karena biaya rehabilitasi dibebankan kepada negara, berarti negara rugi dua kali, sudah generasi dirusak juga menanggung biayanya," kata Budi di Jakarta, Rabu (9/9).
Dia mengatakan kebijakan rehabilitasi bagi pecandu narkoba mesti dievaluasi karena harus ada efek jera bagi seseorang yang mencoba, bandar, dan pelaku yang memproduksi narkoba.
Menurut penilaiannya, seseorang berani mencoba narkoba karena salah satunya faktor hukuman yang ringan dan proses rehabilitasi. "Ini harus dievaluasi, bukan berarti dihapuskan," sebut mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri itu.
Budi menegaskan pemberantasan narkoba harus dari hilir hingga ke hulu dengan tindakan yang agresif karena Indonesia telah dinyatakan darurat narkoba.
Harus direhabilitasi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pengguna narkoba adalah korban dari pengedar dan jaringan narkoba sehingga sebaiknya direhabilitasi. Jika tidak, para pengguna malah justru terjerumus ke jurang yang sama.
"Mereka akan kembali menggunakan narkoba setelah menjalani hukuman. Makanya harus direhabilitasi. Penjara juga tidak akan bisa menampung sekitar 4 juta-5 juta pengguna narkoba. Sebaiknya pengedar dan bandar yang dihukum dengan seberat-beratnya," kata Yasonna.
Ia menambahkan, tak mungkin mere-visi undang-undang itu karena tidak masuk dalam prolegnas. "Wacana ini butuh kajian mendalam," tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyarankan biaya rehabilitasi pecandu narkotika ditanggung oleh pihak keluarga dan tidak dibebankan kepada pemerintah. Politikus PKS itu optimistis cara tersebut membuat pihak keluarga ikut serta menyelamatkan anggota keluarganya yang menjadi pecandu.
"Di sisi lain, upaya ini dapat mencegah anggota keluarga agar tidak terlibat dalam penggunaan narkotika, juga menghindari dampak kerugian karena harus menanggung biaya rehabilitasi," ujar Fahri kepada wartawan. (P-5)