Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

SBY tidak Bisa Lepas Tanggung Jawab

Astri Novaria
18/10/2016 07:12
SBY tidak Bisa Lepas Tanggung Jawab
(MI/Susanto)

WAKIL Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan pihak yang paling bertanggun­g jawab terkait dengan raibnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir dari arsip Sekretariat Negara ialah Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Selama 10 tahun memimpin pula SBY memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menindaklanjuti rekomendasi laporan akhir TPF, tetapi tidak melakukan apa pun dan bahkan tidak merawat laporan tersebut,” ujar Tigor dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan, SBY telah gagal menuntaskan kasus yang disebutnya sendiri sebagai the test of our history. Karena itu, Tigor mendesak SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat untuk memastikan rezim baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo memiliki akses atas laporan kerja TPF.

Dengan begitu, Presiden Jokowi bisa menuntaskan kasus terbunuhnya Munir dengan menghukum dalang sesungguhnya. Terlebih, mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menyampaikan SBY tidak memberikan mandat apa pun kepada Yusril. “Dengan demikian, hanya pada SBY kita bisa memperoleh penjelasan di mana dokumen tersebut berada,” pungkasnya.

Mantan anggota TPF Hendardi meyakini setidaknya dokumen tersebut ada di dua institusi, yakni Polri dan Kejaksaan Agung. Ia ­menambahkan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengulur-ulur waktu dalam menyampaikan ­hasil TPF.

“Salah satu rekomendasi TPF Munir yaitu membuat tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menindaklanjuti laporan TPF. Tapi SBY tidak melakukan. Yang dilakukan sebulan kemudian adalah meminta Kapolri dan kejaksaan menindaklanjuti laporan TPF,” ujarnya.

Dasar memerkarakan
Hendardi mengatakan Kapolri pada saat itu langsung membentuk tim yang diketuai Brigjen (Pol) Marsudi Hanafi. Kemudian sejumlah nama pernah diajukan ke pengadilan antara lain pilot Garuda Polycarpus Budihari Prijanto dan Direktur V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjo.

“Begitu juga dengan Kejaksaan Agung yang sudah bekerja hingga sejumlah nama diajukan ke pengadilan. Logikanya kepolisian dan kejaksaan punya laporan TPF. Kalau tidak, atas dasar apa mereka memerkarakan orang-orang itu?” terangnya.

Menurut dia, hasil kajian TPF Kasus Munir telah diserahkan langsung ke SBY pada 24 Juni 2005 dan disaksikan banyak menteri. Selanjutnya, kata Hendardi, dalam surat laporan itu tercantum bahwa yang berhak memublikasikan isi surat laporan tersebut ialah Presiden.
“Jadi, setelah pemberian itu, pekerjaan TPF sudah selesai. Tanggung jawab sudah ada di pemerintah. Jadi, ilegal bila TPF yang memberikan hasil laporan itu sekarang,” imbuh dia.

Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari menanggapi tudingan bahwa SBY memiliki tanggung jawab moral untuk membantu pemerintahan saat ini dalam menemukan dokumen hasil investigasi TPF Kasus Munir.

“Itu menjadi kewenangan pihak TPF untuk menindaklanjutinya dan pemerintahan saat ini dipersilakan untuk menindaklanjuti. Kan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung,” ujar Imelda saat dihubungi Media Indonesia.

Menurutnya, itu sedang ditangani secara resmi oleh pemerintah. Jokowi telah meminta Jaksa Agung M Prasetyo untuk menangani kasus tersebut. “Biarkan mereka yang akan menjelaskan klarifikasi apa saja yang menjadi temuan TPF,” pungkasnya.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum M Rum mengatakan pihaknya masih mencari dokumen TPF Kasus Munir. (Kim/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik