Mantan prajurit Marinir sekaligus terpidana mati kasus pembunuhan Diretur Utama PT Asaba Su'ud Rusli menggugat Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5/2010 tentang Perubahan UU Nomor 22/ 2002 tentang Grasi ke Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut memuat ketentuan permohonan grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adanya pasal ini membuat pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mengajukan grasi. Norma pada pasal itu juga dianggap bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 tentang asas kepastian dan perlakuan sama di depan hukum.
"Yang saya alami di tempat penahanan dalam kondisi sangat terbatas informasi sehingga tidak tahu proses hukum saya sampai di mana dan kapan waktu diputusannya. Pada waktu itu saya ditahan di rumah tanahan militer," ujar Su'ud di depan majelis hakim yang diketuai oleh Patrialis Akbar serta Suhartoyo dan Manahan Sitompul sebagai anggota pada sidang panel di Mahkamah Konstitusi, kemarin.
Kuasa hukum pemohon Kurniawan Nugroho menambahkan, upaya hukum terkahir yang ditempuh oleh kliennya ialah kasasi dan sudah diputus sekitar tahun 2006. Namun, kliennya tidak diberi tahu putusan kasasi tersebut hingga batas waktu satu tahun untuk permohonan grasi telah lewat.
Hakim konstitusi Patrialis Akbar mengatakan UU Grasi sebelumnya, yakni UU No 22/2002 tentang Grasi lebih memberikan kepastian hukum karena tidak adanya limitatif waktu satu tahun untuk dapat mengajukan permohonan grasi setelah adanya putusan in kracht van gewijsde.
Hal yang sama juga diutarakan oleh hakim Suhartoyo. Dia menyarankan, agar dalam permohonannya, pemohon jangan meminta pasal tersebut dihapus, tetapi dikembalikan seperti ketentuan pada UU Grasi yang ada sebelumnya.
Diakui Suhartoyo pembatasan waktu tersebut memang berpotensi merugikan hak konstitusional pemohon terlebih statusnya terpidana mati sehingga menutup kesempatan mengajukan grasi. Namun, dia juga menyoroti perihal pembatasan waktu tersebut.
"Tidak adanya batas waktu mungkin saja dapat disalahgunakan oleh oknum. Jadi, permohonan grasi dalam keadaan terpaksa disebabkan tidak ada upaya hukum lain. Padahal, permohonan grasi harusnya didasari telah mengakui kesalahannya sehingga memohonkan ampunan," jabar Suhartoyo.
Dalam persidangan pemohon menjelaskan dirinya sempat kabur ketika menjadi tahanan di penjara militer lantaran tidak tahan dengan perlakuan tidak mengenakkan yang didapat. Namun, ketika dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan kelas I Sorong, Surabaya, Su'ud mencoba menjadi pribadi yang lebih baik mengabdi untuk negara. (Ind/P-4)