MANTAN Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku dirinya merestui penunjukan langsung dalam pengadaan peralatan medik untuk penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006.
"Pada waktu itu Pak Sekjen (Syafii Ahmad) dan Pak Dirjen (Farid Husein) datang. Katanya Pak Sekjen sedang membuat kajian, setelah selesai saya tanda tangani untuk menyetujui rekomendasi cara penunjukan langsung. Saya hanya setujui prosedurnya, tapi bukan menunjuk suatu PT (perusahan) dan tentu dengan syarat sesuai dengan prosedur yang berlaku," kata Siti Fadilah saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin.
Terdakwa dalam perkara itu ialah mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (saat ini Kementerian Kesehatan) Mulya A Hasjmy.
Penunjukan langsung itu, menurut Siti Fadilah, karena ia ditugaskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menanggulangi penyebaran virus flu burung.
Saat itu ia ditugasi Presiden untuk melengkapi 44 pos rumah sakit yang menangani pasien flu burung. Namun, ia mengaku tidak tahu sumber dana untuk mendirikan 44 pos itu.
"Saya tidak ingat (sumber dananya) karena banyak sekali dan saya tidak terlalu tahu proyek-proyek itu karena proyek-proyek ini nilainya di bawah Rp50 miliar jadi tidak melalui menteri," tambahnya.
Namun, Siti Fadilah mengaku bahwa pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006 tersebut dilakukan dengan penunjukan langsung.
"Iya (dengan penunjukan langsung)," kata Siti Fadilah saat menanggapi pertanyaan jaksa mengenai penunjukan langsung.
Meski menyetujui motode pengadaan dengan penunjukan langsung, Siti Fadilah membantah telah menentukan perusahaan rekanan.
"Itu sangat tidak betul, Prastasi Rubi dan Graha Ismaya itu adalah PT-PT yang saya blacklist, tidak boleh. Surat blacklist-nya sudah dikirim Pak Sekjen dan saya tanda tangani. Ada enam perusahaan yang di-blacklist, jadi saya tidak mungkin mengatakan itu," sergahnya.
Tunjuk perusahaan Mendengar bantahan itu, Mulya yang tengah menjadi terdakwa dalam kasus itu langsung menyela. Ia meminta Siti Fadilah mengingat kembali pertemuan mereka pada 2006 di ruang kerja Siti Fadilah.
Saat itu, ia memberanikan diri menemui Siti Fadilah karena baru saja didatangi oleh seorang pengusaha, Singgih Wibisono, dari PT Bhineka Usada Raya (BUR), yang mengaku telah menemui Siti dan mendapat restu mengerjakan proyek itu.
"Coba Ibu ingat-ingat. Saya menghadap Ibu, saya mengklarifikasi apa benar Saudara Singgih menghadap Ibu. Saat itu Ibu hanya senyum dan bilang Ibu malah juga menunjuk beberapa rekanan, antara lain PT Prasasti Rubi, karena dia banyak bantu kita waktu tsunami, juga PT Graha Ismaya, satu lagi PT Dwi Warna. Waktu itu Ibu perintahkan saya, "Sudah, kamu PL (penunjukan langsung) kan saja ini." Maka itu saya laksanakan ini semua sesuai arahan Ibu," ujar Mulya.
Namun, Siti menampik itu semua. Ia kukuh mengatakan telah mem-blacklist PT Prasasti Rubi dan PT Graha Ismaya. Sudah ada suratnya yang dikeluarkan lewat tanda tangannya.
Dalam perkara itu, mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Mulya A Hasjmy didakwa bersama-sama dengan Siti Fadilah Supari melakukan tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006 yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp28,406 miliar.
Ia diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (MTVN/P-1)