Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PERANG survei di langit Pilkada DKI Jakarta 2017 tak terelakkan lagi. Dalam sepekan lalu, dua lembaga survei merilis hasil yang berbeda tentang ketiga pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2017-2022.
Sebelum ketiga bakal calon, yaitu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum DKI pada 21-23 September 2016, sudah ada enam lembaga yang melakukan survei terkait dengan pilkada DKI.
Diperkirakan, hingga masa pemungutan suara pilkada DKI pada 15 Februari 2017, kontestasi di Ibu Kota yang disebut ‘rasa pilpres’ ini semakin panas dengan suguhan hasil survei oleh sejumlah lembaga.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI Arief Budiman mengatakan lembaga survei harus memiliki analisis yang kredibel. Mereka, kata dia, juga harus menjaga prinsip keadilan.
“Dalam aturan ditentukan tidak boleh melakukan survei demi menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. Bukan untuk menjatuhkan salah satu pasangan,” jelas Arief dalam sebuah diskusi bertemakan Perang survei pilkada di Jakarta, kemarin.
Di tempat sama, anggota Badan Pengawas Pemilu Nasrullah mengatakan perlunya audit terhadap lembaga survei yang bermunculan menjelang Pilkada 2017.
Dia menyatakan hal itu berkaca pada pengalaman saat Pilpres 2014 lalu di saat ada lembaga survei yang mempunyai hasil yang berbeda. “Bawaslu tidak pada posisi melarang lembaga survei, hanya bisa rekomendasi ke asosiasi,” ungkap Nasrullah.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Adjie Al Faraby menuturkan sebetulnya tidak ada yang mengejutkan dalam survei yang dirilisnya pada Jumat (7/10). “Survei Populi Center yang ramai dibicarakan berbeda dengan hasil LSI pun, tidak ada yang beda,” ujar Adjie dalam diskusi tersebut.
Menurut dia, survei itu menunjukkan hasil yang sama, yakni dari sisi peringkat seluruhnya menempatkan Ahok-Djarot dalam posisi utama kemudian disusul Anies-Sandiaga dan Agus-Sylvi.
Terkait dengan audit lembaga survei, anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk mengatakan pihaknya hanya bisa memeriksa lembaga survei yang terdaftar sebagai anggota Persepi jika ditemukan keanehan pada hasil survei mereka. “Kalau bukan anggota Persepi, kita tidak ada wewenang,” ujar Hamdi saat dihubungi, kemarin.
Dewan Etik Persepi pernah memecat Jaringan Suara Indonesia (JSI) serta Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dari keanggotaan mereka. Kedua lembaga itu tidak memenuhi panggilan Persepi untuk mempresentasikan hasil hitung cepat Pilpres 2014 saat mereka memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pegang muruah
Terpisah, pakar komunikasi politik Gun Gun Heryanto menegaskan lembaga survei harus memegang muruah intelektualisme mereka sebagai bagian dari kerja akademik. Karena itu, lembaga survei harus transparan.
“Tak masalah bila penyandang dananya kandidat tertentu jika berkaitan dengan electoral survey, tapi dia tidak boleh bohong soal hasil surveinya,” ujarnya saat dihubungi, tadi malam.
Menurut dia, tidak dibenarkan jika lembaga survei jadi bagian tim pemenangan calon. “Kalau begitu, biasanya ada semacam trik untuk menonjolkan calon tertentu atau bahkan mengelabui publik. Kalau seperti itu, sudah tercerabut moral etiknya,” pungkasnya. (Gnr/X-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved