ARTIS Khadijah Azhari yang lebih dikenal dengan nama Ayu Azhari kemarin mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencari tahu nasib uangnya yang disita KPK.
"Aku datang ke KPK untuk mencari tahu apa akhir dari persoalan yang dulu pernah terjadi. Kan sudah ada keputusan pengadilannya. Kan dulu ada barang bukti, dan setelah ada putusan pengadilan, aku tidak tahu perkembangannya bagaimana," kata Ayu seusaÂi menemui jaksa di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Penyidik KPK menyita sejumlah uang milik Ayu karena diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang Ahmad Fathanah, orang kepercayaan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Ayu mendapat uang dari Fathanah sebagai honornya bernyanyi dalam sejumlah kampanye pilkada PKS.
Dalam penyelidikan kasus suap pada penetapan kuÂota impor daging sapi 2013 di Kementerian Pertanian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana ke 20 perempuan dari rekening Fathanah, salah satunya ke Ayu Azhari.
Pada sidang 26 September 2013, Ayu mengaku pernah menerima uang US$1.800 dan Rp20 juta sebagai tanda kerja sama awal supaya Ayu mengisi acara pilkada di sejumlah tempat atas permintaan Fathanah.
Dalam kerja sama itu, Ayu diharuskan menyanyi di 9-10 tempat kampanye dengan honor Rp75 juta untuk paket Ayu dan anaknya.
Di kemudian hari, pekerjaan yang dijanjikan itu tidak ada yang terwujud sehingga uang muka yang diterima Ayu dikembalikan ke KPK.
"Aku datang ke sini (Kantor KPK) karena susah ditelepon. Aku datang ke sini untuk mencari akhir dari semuanya, Alhamdulillah sudah dapat jawabannya. Sudah clear. Jawabannya barang bukti dirampas untuk negara. Ya sudah aku ikhlas," ungkap Ayu.
Padahal, sambungnya, jika uang itu kembali ke tangannya, Ayu berencana untuk mentraktir teman-teman.
"(Kalau tidak disita), ya diambil, dipakai untuk traktir teman-teman," kata Ayu.
Dalam putusannya pada 18 September 2014, majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar menolak permohonan kasasi yang diajukan Ahmad Fathanah. Mahkamah Agung malah menguatkan vonis PT DKI Jakarta yang memperberat hukumannya, dari 14 tahun menjadi 16 tahun penjara. (Cah/P-1)