Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Jangan Terjebak untuk Saling Mencari Kesalahan

MI
01/10/2016 09:39
Jangan Terjebak untuk Saling Mencari Kesalahan
(Antara/M Risyal Hidayat)

PENYELESAIAN kasus yang berkaitan dengan tragedi berdarah 1965 dan pelanggaran HAM berat masa lalu, hingga kini belum menemukan titik terang. Negara wajib merespons persoalan itu dengan mendorong percepatan rekonsiliasi guna mengungkap kebenaran sejarah.

“Atas nama kedewasaan bernegara, kini saatnya negara hadir mendamaikan tragedi 1965 dengan melibatkan seluruh elemen bangsa. Itu penting demi sejarah masa depan Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo di sela diskusi bertajuk Gerakan 30 September Hari Ini: Rekonsiliasi dan Sejarah Masa Depan Indonesia’, di Jakarta, kemarin.

Diskusi berlangsung di Kantor Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Turut hadir sebagai pembicara, antara lain peneliti utama LIPI/sejarawan Asvi Warman Adam, Ketua Umum PNI Marhaenisme Sukmawati Soekarnoputri, serta pengamat politik dan keamanan Kusnanto Anggoro.

Asvi menyatakan ada beberapa fase untuk mencapai rekonsiliasi. Antara lain, pengungkapan fakta kebenaran, penyajian tanpa rekayasa, serta melakukan kritik sumber atau memeriksa pihak yang memberikan keterangan dan kemudian memastikan relevansinya dengan pertanyaan.

“Belakangan ini banyak buku yang tidak meluruskan sejarah, tapi malah bikin semrawut. Tidak memakai sumber yang layak dan dipercaya.”

Jika membicarakan fakta, terang dia, pemerintah sejatinya bersedia mengakui semua insiden pembunuh­an massal yang terjadi di masa lalu. Namun, saat ini lebih elok untuk membahas jalan keluar ketimbang larut dalam perdebatan tentang siapa yang patut disalahkan.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo perlu membentuk komite kepresidenan untuk mengungkap kebenaran dan pemulihan hak korban. Anggotanya pun independen, bukan bagian dari komando Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Sukmawati menilai rekonsiliasi merupakan solusi terbaik. Tujuannya agar generasi penerus bangsa tidak terbebani dengan noda hitam sejarah. “Karena kalau secara hukum, kan pelakunya sudah tidak ada,” ujarnya.

Kusnanto menambahkan, penuntasan kasus HAM berat dengan rekonsiliasi mustahil tercapai bila tidak ada campur tangan negara secara langsung. Hasil rekonsiliasi juga harus diterima semua pihak ­karena keputusan tersebut merupakan ­upaya institusional.

“Yang perlu kita pastikan adalah apa yang ingin kita capai di sini, di situ. Kemudian persyaratan institusional apa yang perlu dipenuhi,” tandasnya. (Gol/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya