Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
KEJAKSAAN Agung menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka terkait dengan kasus dugaan pembelian hak tagih (cessie) PT Adyaesta Ciptatama (AC) oleh PT Victoria Securities International Corporation (VSIC) dari BPPN pada 2003.
Penetapan tersangka dituangkan dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 121/F.2/Fd.1/09/2016, tanggal 21 September 2016. Selain Syafruddin, pihak Korps Adhyaksa juga menyematkan status serupa kepada Harijanto Tanuwidjaja selaku analis BPPN, serta dua petinggi PT VSIC Suzana Tanojoh dan Rita Rosela.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mohammad Rum mengatakan penetapan tersangka atas kasus yang diproses sejak pertengahan tahun lalu itu telah memenuhi cukup bukti. “Sehingga statusnya dapat kami tingkatkan dari saksi menjadi tersangka,” katanya, Jumat (23/9).
Menurutnya, tim jaksa penyidik yang bertugas di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membuat terang perkara. Bahkan, Suzana dan Rita pun sempat dicekal untuk memudahkan proses penyelidikan. Penyidikan kasus Victoria telah berlangsung sejak pertengahan 2015. Namun, baru kali ini dilakukan penetapan tersangka.
Rum menambahkan, kasus bermula dari pengajuan kredit PT AC ke Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar Rp469 miliar. Nominal fantastis yang dikucurkan pada 1995 itu akan digunakan untuk proyek pembangunan perumahan di atas lahan seluas 1.200 ha di Karawang, Jawa Barat.
Dalam perjalanannya, ternyata Indonesia dilanda krisis moneter. Alhasil, BTN yang telah memegang jaminan sertifikat lahan tersebut pun terpaksa masuk ke program BPPN. BPPN selanjutnya melelang aset kredit tertunggak, termasuk legalitas lahan yang diagunkan PT AC.
Pada pertengahan 2003, PT VSIC keluar sebagai pemenang terkait dengan lelang aset PT AC dengan nilai Rp26 miliar. Namun, masalah muncul kala PT AC yang mencoba menawar pelunasan aset sebesar Rp266 miliar justru ditolak PT VSIC.
PT VSIC menegaskan hanya akan melepaskan aset tersebut dengan nilai Rp2,1 triliun. Walhasil, PT AC yang tidak terima dengan penaikan harga di luar batas wajar itu kemudian melaporkan dugaan permainan dalam transaksi tersebut ke Kejagung.
Pihak PT Victoria Securitas Indonesia sempat membantah ada korupsi dalam pembelian cessie BPPN. Malah atas pembelian cessie, negara diuntungkan karena asetnya dibeli PT Victoria Securitas Indonesia. (Gol/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved