Cegah Politik Dinasti dengan Reformasi Parpol

Cah/P-3
20/9/2016 08:03
Cegah Politik Dinasti dengan Reformasi Parpol
(Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro -- MI/Susanto)

REFORMASI partai politik (parpol) merupakan cara ampuh untuk memutus praktik politik dinasti. Namun, tanpa komitmen dari parpol untuk membuka diri dan membenahi sistem serta menjadi wadah aspirasi masyarakat, politik dinasti akan tetap eksis.

“Menurut catatan Kemendagri ada 58 kasus korupsi terkait dengan dinasti politik di era pilkada langsung sejak 2005-2013, dan katanya sampai 2016 sudah bertambah melewati angka 60,” ungkap peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, dalam diskusi bertajuk Korupsi dan Dinasti Politik, di Auditorium Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, fenomena itu tumbuh subur di tengah sistem pemilihan langsung, salah satu penyebabnya karena parpol dalam memilih calon pemimpin, termasuk calon kepala daerah tidak mendasarkan pilihan pada aspirasi masyarakat.

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut di antaranya Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Djayadi Hanan; Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak; pendiri Provinsi Banten, Embay Mulya Syarief; dan Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo.

Siti menjelaskan politik dinasti merupakan modus mempertahankan kekuasaan agar tetap berada dalam lingkaran keluarga. Hal itu merupakan perwujudan dari neopatrimonial akibat pemilihan tidak dilakukan dengan cara patrimonial, tetapi melalui demokrasi prosedural.

“Dengan kata lain, pemimpin memang dipilih rakyat, tetapi melalui sistem rekrutmen dan kaderisasi yang relatif tertutup,” paparnya.

Dinasti politik, kata Siti, biasanya tumbuh subur di negara-negara berkembang akibat lemahnya peran parpol dalam menciptakan pemimpin yang berkualitas. Itu juga disebabkan warisan tradisi feodalisme sehingga menghasilkan pohon kekuasaan yang cabang dan rantingnya dikuasai keluarga tertentu.

Dahnil Simanjutak menambahkan, politik dinasti yang berdampak pada korupsi di pemerintahan karena hilangnya semangat memerangi kolusi dan nepotisme. Jargon lengkap yang diusung dalam reformasi 1998 ialah memerangi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Namun, menurutnya, saat ini hanya korupsi yang dijadikan musuh bersama dalam upaya membersihkan birokrasi. (Cah/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya