Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
CAKUPAN pemulihan hak yang terdapat dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dinilai terlalu luas.
Hal itu disampaikan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti dalam Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan DPD RI di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
"Di dalam diktum pertama huruf (a) tertulis; memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat secara adil dan bijaksana. Ini penting untuk kita gali, tentang seberapa luas makna kata memulihkan hak korban?," ujar La Nyalla.
"Karena salah satu yang diperjuangkan PKI saat itu adalah menawarkan ideologi komunisme di Indonesia. Apakah itu juga termasuk dalam hak yang harus dipulihkan?," imbuhnya.
Senator asal Jawa Timur itu juga menyampaikan harapannya agar Pancasila menjadi satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara ini.
"Saya menawarkan gagasan untuk lahirnya konsensus nasional bangsa ini, yang melibatkan seluruh elemen bangsa, baik sipil maupun militer untuk kita sepakati bahwa bangsa ini harus kembali ke Pancasila, dengan mengembalikan konstruksi sistem bernegara yang dirancang para pendiri bangsa."
Silaturahmi Kebangsaan itu bertajuk Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.
Hadir Wapres ke VI Try Soetrisno serta tiga narasumber lain yakni Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko, dan Guru Besar UGM Kaelan.
Dalam kesempatan itu, Try Soetrisno menuturkan PKI telah melakukan upaya kudeta bersenjata dan berdarah. Oleh karena itu, terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2023 menjadi polemik karena adanya predikat korban yang disematkan kepada pelaku dan pengikut PKI.
"Hak apa yang akan dipulihkan? Apakah hak untuk memperjuangkan Ideologi Komunisme lagi? Atau hak untuk mendirikan kembali Partai Komunis Indonesia? Bukankah hak anak cucu mereka sudah sama di mata hukum dan pemerintah? Bahkan sudah ada anak cucu PKI yang menjadi pejabat dan anggota DPR. Lalu apa lagi yang dipulihkan?," ujar dia.
Try Soetrisno juga mendorong agar amendemen konstitusi yang terjadi pada 1999 hingga 2002 silam untuk dikaji ulang.
Ia pun berharap semua pihak harus waspada terhadap fakta hasil survei terbaru yang menyatakan bahwa 83,3% siswa SMA menganggap Pancasila bukan ideologi permanen, sehingga bisa diganti.
"Saya sependapat dengan langkah DPD RI yang mengambil inisiatif mengajak seluruh elemen bangsa untuk melahirkan Konsensus Nasional demi perbaikan Indonesia, dengan cara kembali kepada Pancasila. Bila perlu kita sempurnakan dan kita perkuat sisi lemahnya dari sistem asli Indonesia tersebut," ucap dia. (RO/A-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved