Direktur Eksekutif (Perludem) Titi Anggraini mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menangani sengketa pilkada.
PANITIA Kerja (Panja) Revisi UU No 1 Tahun 2015 tentang Pemi lihan Kepala Daerah atau Pilkada telah menyepakati 10 hal bersama dengan pemerintah, kemarin. Salah satunya ialah pilkada digelar satu putaran.
''Disepakati panja, ambang batas keme nangan 0%. Artinya, satu putaran,'' kata anggota Panja Revisi UU Pilkada, Arwani Thomafi, dalam keterangan pers yang diterima Media Indonesia, kemarin. Menurut dia, kesepakatan itu tercapai sekitar pukul 18.00 WIB.
Ia menambahkan, mekanisme pencalonan menggunakan sistem paket, yakni pasangan dipilih bersama seperti yang sebelumnya diatur dalam Perppu Pilkada.''Yaitu satu kepala daerah dan satu wakil kepala daerah,'' lanjut politikus PPP itu.Ditangani MK Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menangani sengketa pilkada. Menurut dia, DPR bisa mengakomodasi usul tersebut dalam revisi yang kini tengah digodok.
Itu disebabkan keberatan Mahkamah Agung (MA) untuk menangani sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Padahal, UU No 1/2015 tentang Pilkada telah mengamanatkan MA sebagai lembaga yang berwenang menangani sengketa tersebut.
''Revisi terbatas UU No 1/2015 memang sudah sangat mendesak. Usulan agar MK kembali menangani sengketa pilkada patut diakomodasi DPR pada sidang kedua, 18 Februari mendatang,'' ujar Titi saat berbincang-bincang dengan Media Indonesia, kemarin.
Menurut dia, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal UU Pilkada yang terdiri dari Perludem, ICW, JPPR, Puskapol UI, LP3ES, PPUA Penca, ILR, YLBHI, telah menemui Ketua MK Arief Hidayat dan hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Dari pertemuan tersebut, terdapat sinyalemen positif MK bersedia kembali menangani sengketa pilkada. Namun, sambung Titi, MK meminta waktu penanganan yang lebih panjang.
''Tujuannya, agar proses penyelesaian sengketa pilkada bisa berjalan dengan baik,'' ujarnya.
Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman juga mengungkapkan hal senada.Ia mengatakan apabila MA tetap menolak mengadili sengketa hasil pilkada, parlemen akan mengusulkan dikembalikan ke MK. ''Tidak ada masalah. Itu semua tetap dibentuk oleh pembentuk UU,'' ungkap Rambe.
Di sisi lain, hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Palguna mengembalikan wacana tersebut ke DPR. Ia menegaskan, berdasarkan putusan MK 97/PUU-XI/2013, MK hanya berwenang memutuskan perselisihan hasil pemilu, sedangkan pilkada bukan rezim pemilu.
''MK hanya memutus sengketa pemilu. Kalau ditanya siapa yang berwenang menangani perselisihan hasil pilkada, tanya pembentuk UU,'' ujar dia.
Titi Anggraini mengatakan MK tetap bisa menangani sengketa pemilihan umum kepala daerah.Menurut Titi, putusan MK 97/ PUU-XI/2013 menyebutkan sebelum ada institusi yang berwenang menyelesaikan sengketa sesuai perintah UU, pada masa transisi, MK tetap berwenang. (Ima/P-5)