Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
WAKIL Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengapresiasi pengembalian kerugian negara hingga belasan triliun oleh Kejaksaan Agung dalam periode Januari-Juni 2021.
Fahri tidak sependapat dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), yang memberikan nilai C kepada Kejaksaan Agung. Mengukur kinerja, kata dia, seharusnya bukan berbasis pencitraan.
"Kinerja yang dilakukan kejaksaan lebih konkret yaitu pengembalian kerugian negara. Saya melihat ada orang tidak senang dengan upaya pengembalian negara. Dianggap tidak heroik dibandingkan pakein baju, terus pameran uang Rp 10 juta," tutur Fahri saat hadir di Podcast Kejaksaan RI, Kamis (17/9).
Eks Wakil Ketua DPR tersebut melihat apa yang dilakukan Kejaksaan Agung lebih konkret, terutama dalam pengembalian kerugian negara. Ia melihat ada orang tidak senang dengan upaya-upaya tersebut.
"Makanya saya bilang salah kalau ponten jelek. Kalau saya pontennya di pengembalian. Makanya saya kasih A+," ucap Fahri.
Ia mengibaratkan terdapat dua orang pekerja, yang satu berpenampilan menarik, rapih, dengan memakai jas. Sedangkan, seorang pekerja lain, berpenampilan urakan, kumel, dan gondrong. Namun, hasil di antara keduanya jauh berbeda.
"Kalau saya ada anak buah yang satu rapih pakai jas, dapet Rp 10 juta. Terus yang satu kumel, gondrong, diem-diem dapat Rp 15 triliun ini yang hebat. Mentang-mentang pakai dasi rapih dikasih nilai tinggi. Jangan begitu lah. kita harus reorientasi nilai. Jangan kinerja berbasis pencitraan tapi terukur harus bisa dinikmati oleh masyarakat," ucapnya.
Fahri mengapresiasi Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam pemberantasan korupsi, yang tidak gembar-gembor, tapi terus bekerja dalam senyap. Burhanuddin dinilai Fahri telah melakukan terobosan mengenai penerapan restorative justice dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
"Makanya saya kagum karena kemarin saya membaca pidato pak Jaksa Agung, itu menurut saya terobosan," ujar Fahri.
Fahri berujar komunikasi publik Kejaksaan Agung mulai membaik. Sebab, instansi penegak hukum juga harus transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan edukasi ke masyarakat.
"Tidak bisa lagi hukum sebagai alat balas dendam. Restorative justice harus menjadi jiwa dalam penegakkan hukum," katanya. (J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved