Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

PAN Tidak Ingin Amendemen Tanpa Alasan Kuatss

Cahya Mulyana
18/8/2021 19:07
PAN Tidak Ingin Amendemen Tanpa Alasan Kuatss
Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay.(Ist/DPR )

PARTAI Amanat Nasional (PAN) tidak ingin terburu-buru mendukung amendemen kelima UUD 1945 pascapertemuan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, pada Jumat (13/8). perubahan untuk memasukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) membutuhkan kajian matang.

"Amendemen UUD 1945 adalah pekerjaan tidak mudah. Perubahan atas pasal-pasal yang terdapat di dalam konstitusi akan berimplikasi luas dalam sistem ketatanegaraan kita," ujar Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay kepada Media Indonesia, Rabu (18/8). 

Baca juga: NasDem Berharap Biaya Tes PCR Covid-19 Turun Lagi

Menurut dia, sebelum memutuskan amendemen sebaiknya seluruh kekuatan politik, civil society, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen lainnya merumuskan agenda dan batasannya. Pasalnya konstitusi adalah milik seluruh rakyat. 

"Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," terangnya. 

Agar amendemen UUD 1945 fokus dan terarah perlu dilakukan pemetaan terhadap pokok-pokok dan isu yang akan diubah. Dengan begitu, tidak ada kekhawatiran bahwa amendemen kelima ini akan melebar kepada isu-isu lain di luar yang telah disepakati.

"Sekarang ini, amendemen UUD 1945 disebut sebagai amendemen terbatas. Apa yang membatasinya? Nah, itu tadi kesepakatan politik antar fraksi dan kelompok DPD yang ada di MPR. Agar lebih akomodatif, semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan," paparnya. 

Secara teknis, pelaksanaan amendemen juga tidak mudah. Dalam Pasal 37 UUD 1945 disebutkan bahwa pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, untuk mengubah pasal-pasal sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% +1 dari seluruh anggota MPR.

"Selain berbagai kepentingan politik yang mengelilinginya, persoalan teknis ini juga diyakini menjadi alasan mengapa amendemen sulit dilaksanakan. Padahal, MPR periode 2009-2014 isu amendemen ini sempat menguat atas usulan DPD. Isu amendemen juga berlanjut pada periode 2014-2019. Bahkan, isu-isu yang akan dibahas dan diangkat sudah dirumuskan. Namun, amendemen tersebut belum bisa dilaksanakan," ungkapnya. 

Amendemen UUD 1945 juga tidak mudah di tengah pandemi covid-19. Ditambah lagi, Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi sehingga terdapat asas kepatutan yang tidak boleh diabaikan. 

"Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu. Lakukan dulu kajian lebih komprehensif. Pengkajian itu sendiri dapat dianggap sebagai bagian dari proses amendemen," pungkasnya. 

Sebelumnya Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyebutkan hingga saat ini belum ada kesepakatan di antara pimpinan MPR untuk melakukan amendemen terbatas UUD 1945. Posisi terakhir pembahasan rencana amendemen terbatas UUD 1945 di antara pimpinan MPR, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, yakni para pimpinan MPR sepakat untuk menunggu hasil kajian secara komprehensif terkait dengan dampak ketatanegaraan dan dampaknya terhadap pasal-pasal sebelum bersikap terhadap rencana tersebut.

Menurutnya, keputusan untuk melakukan amendemen UUD 1945 atau tidak, harus dipertimbangkan dengan cermat dan dilihat dari berbagai aspek. Karena itu, jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, masih perlu waktu untuk melakukan kajian dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya