Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penyakit buruk yang harus segera dieliminasi, yakni intoleransi dan radikalisme, masih muncul selama 2020. Narasi positif mesti menjadi budaya masyarakat dan pemerintah untuk menyuburkan kembali saling mengasihi dan gotong-royong.
"Pada 2020 ini, kita masih menyaksikan intoleransi yang masih merebak, bahkan cenderung meningkat. PBNU mengingatkan semua pihak agar kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam sebuah konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhinneka Tunggal Ika," terang Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj saat memberikan keterangan resmi mengenai refleksi akhir tahun di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (29/12).
Menurut Said, perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa.
"Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang memberi kontribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa," tegasnya.
PBNU mengingatkan bahwa demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik memiliki potensi dibajak oleh gerakan apapun, melalui gerakan fundamentalisme agama dan ideologi maupun fundamentalisme pasar.
"Kebebasan sebagai bagian watak demokrasi telah memberi panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi merongrong NKRI melalui berbagai provokasi permusuhan dan juga terorisme," ujarnya.
Pada momentum revolusi 4.0 ini, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitalisasi. Ekspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial.
"Dunia maya berkembang sangat pesat, termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya," katanya.
Melihat kondisi seperti ini, PBNU menilai perlu adanya upaya yang lebih ekstensif dan intensif dalam membangun narasi-narasi positif dalam wujud konten yang kreatif. "Tujuannya penyebaran berita bohong, fitnah, polarisasi, dan radikalisme yang selama ini mencuat melalui media sosial bisa diatasi dengan baik," pungkasnya. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved