Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Korporasi Jangan Sampai Lolos

Tri Subarkah
28/10/2020 02:20
Korporasi Jangan Sampai Lolos
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun(MI/Adam Dwi)

VONIS seumur hidup yang dijatuhkan kepada seluruh terdakwa dalam kasus korupsi dana kelolaan PT Asuransi Jiwasraya (persero) atau AJS baru titik awal. Berikutnya adalah memulihkan keuangan negara yang mengalami kerugian Rp16,807 triliun dan hasil pencucian uang.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengemukakan hal itu kepada Media Indonesia, kemarin. Ia mengingatkan bahwa kedua terdakwa yang diputus belakangan, yakni Komisaris PT Hanson Inter national Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, juga divonis terbukti melakukan pencucian uang.

Rasuah itu dapat merembet ke korporasi. “Bisa saja itu menjadi objek yang belum terdeteksi dalam pembuktian. Ini perkara melibatkan korporasi, ada belasan korporasi sebagai tersangka. Artinya satu sisi kita mengapresiasi, di sisi lain kita juga harus mendorong penuntasan perkaranya,” tutur Tama.

Selain pidana seumur hidup, Benny dan Heru diwajibkan membayar uang pengganti yang berturut-turut Rp6,078 triliun dan Rp10,728 triliun. Adapun sitaan aset dalam kasus Jiwasraya mencapai Rp18,4 triliun.

“Jaksa menyita sebelum menyampaikan ke hakim, secara pro justicia dia pasti akan melakukan penyitaanpenyitaan, nah itulah yang kemudian bisa digantikan,” jelas Tama.

Tama menilai kasus korupsi di AJS menjadi yang terbesar dalam periode satu dasawarsa terakhir. Hal itu perlu menjadi preseden, terlebih konteks korupsinya berkaitan dengan pasar modal yang relatif baru.

Majelis hakim yang diketuai Hakim Rosmina pada persidangan Senin (26/10) menyatakan Benny dan Heru bersama-sama mengatur pengelolaan investasi dan keuangan di AJS. Keduanya memanipulasi harga saham dengan menginstruksikan transaksi jual beli melalui sejumlah entitas.

Benny dan Heru juga mengatur 13 perusahaan manajer investasi (MI) dengan tujuan mengendalikan instrumen investasi di AJS. Kejagung diketahui telah menetapkan ke-13 MI tersebut sebagai tersangka.

Tama berharap agar KPK maupun Polri mencontoh Kejagung yang juga menyeret tersangka korporasi. “Jangan sampai orang-orang yang melakukan korupsi menggunakan sarana korporasi, korporasi tersebut masih hidup dan melakukan bisnis lagi. Ini kan bahaya,” tandasnya.

Sebelumnya, empat terdakwa lainnya yakni Dirut PT AJS periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS Syahmirwan, serta Dirut PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto,
dijatuhi hukuman bui seumur hidup. Berbeda dengan Benny dan Heru, keempat terdakwa hanya diwajibkan membayar denda masing-masing Rp1 miliar.


Banding

Dalam menanggapi putusan hakim, penasihat hukum Benny, Bob Hasan mengatakan pihaknya sudah sepakat mengajukan banding. Penasihat hukum Heru, Soesilo pun menyebut pihaknya mungkin akan mengajukan banding.

Ia kecewa dengan putusan hakim yang sama dengan tuntutan JPU sebelumnya karena tidak mempertimbangkan saham-saham di Asuransi
Jiwasraya yang masih bisa dijual.

“Terkait kerugian negara masih ada saham-saham yang ada di Jiwasraya kemudian tidak dikurangkan sama putusan majelis itu. Nah ini yang menjadi keberatan dan kami akan ajukan banding,” pungkasnya. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya