Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MANTAN Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menggugat ketentuan ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya, ia berkeinginan mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Dengan diwakili kuasa hukumnya, Refly Harun, Rizal Ramli memohon pengujian atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berisi ketentuan presidential thres hold (ambang batas pencalonan presiden). Dalam aturan itu, presiden dapat dicalonkan partai politik yang meraih minimal 20% suara nasional atau gabungan partai politik disetarakan dengan paling sedikit 25% perolehan kursi parlemen.
Rizal mengaku merasa dirugikan secara konstitusional untuk dipilih menjadi presiden akibat tingginya ketentuan ambang batas pencalonan presiden.
“Saya menggugat karena merasa dirugikan. Pada (pemilu) 2009 saya didukung oleh 12 partai yang lolos verifikasi, memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tapi tidak cukup presidential thresholdnya,” ujar Rizal di depan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan yang diketuai hakim Arief Hidayat dengan anggota Suhartoyo dan Daniel Yusmic P Foekh, kemarin.
Rizal menggugat Pasal 222 UU Pemilu bersama-sama Abdulrachim Kresno. Menurut dia, Indonesia ketinggalan zaman karena masih menerapkan ambang batas yang tinggi untuk pencalonan presiden. Di negara-negara lain, persyaratan tersebut dihilangkan.
Ia juga berpandangan persyaratan ambang batas calon presiden (capres) hanya mengakomodasi kepentingan partai politik dalam mengusulkan bakal calon presiden serta mengabaikan aspirasi rakyat.
Pemohon beralasan bahwa Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal ayat (4) UUD 1945 yang secara implisit menghendaki munculnya beberapa calon dalam pemilihan presiden.
Hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon karena penerapan presidential threshold juga berpotensi menutup ruang pelaksanaan putaran kedua.
Pemohon menyatakan itu terkonfirmasi pada Pilpres 2014 dan 2019 yang menghadirkan dua capres yang sama. (Ind/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved