Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

DPD Kuat, Indonesia Mantap

Cahya Mulyana
14/3/2016 03:10
DPD Kuat, Indonesia Mantap
(MI/M IRFAN)

DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga yang anggotanya langsung berasal dari daerah dan tidak melalui partai politik.

Dengan pola keanggotaan seperti itu, sejatinya lembaga tersebut berperan besar dalam membawa aspirasi masyarakat.

Demi mempercepat desentralisasi dan kemandirian daerah, peran itu menuntut eksistensi DPD untuk lebih kuat dan lebih berdaya, bukan malah diperlemah, apalagi dihilangkan.

"Masyarakat kita sepakat bahwa DPD ini harus dipertahankan walaupun ada suara yang ingin melemahkan dan menghilangkannya. Kedua, bahwa kita sepakat DPD ini harus lebih diberdayakan," tegas mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, saat memberikan pendapatnya dalam diskusi kelompok terfokus yang digelar Media Research Center di Kantor Media Group, Jakarta, Kamis (10/3).

Diskusi itu mengambil tema DPD kuat, Indonesia mantap : Menyemai substansi tanpa sensasi.

Hadir pula sebagai peserta diskusi Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Wakil Ketua Komite III DPD Charles Simaremare, Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Azis Khafia, Wakil Ketua Badan Pengembangan Kapasitas dan Kelembagaan DPD Intsiawati Ayus, dan Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Alisera.

Selain itu, hadir pula perwakilan Dewan Pers Imam Wahyudi, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhli Ramadhani, dan guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan.

Azyumardi menjelaskan eksistensi DPD merupakan bagian penting dari sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat.

DPD yang diisi masyarakat umum, bukan dari perwakilan partai politik, diyakini jauh lebih murni dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.

"Maka, DPD harus berani, lebih vokal dalam menjalankan perannya. DPD juga untuk menjaga eksistensinya harus banyak terlibat dalam wacana publik atau kedaerahan. Kalau perlu DPD menggunakan jubir atas nama opini publik supaya peran DPD ini lebih masif lagi," dorong Azyumardi.

Anggota DPD Charles Simaremare mengakui DPD dibentuk untuk menyeimbangkan peran DPR supaya tidak terjadi monopoli dalam menunaikan tugas sebagai wakil rakyat.

Hal itu merupakan fondasi kehadiran DPD yang sebelumnya dari lembaga bernama utusan daerah.

Kendati begitu, peran DPD dan DPR sejauh ini masih timpang.

Charles menilai kewenangan DPD jauh lebih kecil ketimbang DPR, tidak sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakat daerah.

"Perlu adanya penegasan peran DPD ini apa, sebatas pengawas, atau penyambung lidah masyarakat yang diberi peran untuk membuat undang-undang sebagai perwujudan aspirasi tersebut," tuturnya.


Bela masyarakat

Imam Wahyudi dari Dewan Pers meminta DPD menarik perhatian dan kepercayaan masyarakat dengan memperhatikan isu yang berkembang di masyarakat.

"DPD harusnya hadir di setiap wacana yang berkembang di daerah. Itu misalnya soal ada bupati dan gubernur yang tertarik ke Jakarta, padahal itu hanya kepentingan parpol dan mengorbankan kepentingan daerah," papar Imam.

Kurang vokalnya DPD, lanjut Imam, membuat isu-isu DPR lebih mendominasi.

Padahal, isu kedaerahan cukup masif terjadi.

Seharusnya itu menjadi panggung bagi DPD untuk meneguhkan eksistensi.

Di samping itu, kerap terjadi DPR tidak terlampau dipercaya lagi oleh masyarakat. Menurut Imam, semestinya DPD mencermati saat-saat itu untuk mengambil peran sebagai penyambung lidah rakyat.

Ketidakpopuleran DPD juga mendapatkan sorotan dari peneliti Perludem, Fahmi Ramadani.

DPD belum banyak mencuri perhatian masyarakat di saat masyarakat menghadapi banyak permasalahan.

Padahal, DPD bisa hadir dengan menampung aspirasi masyarakat dan memberikan solusi.

Paling tidak DPD memberikan saran kepada pemerintah secara langsung sebagai perwujudan perwakilan kedaulatan rakyat.

"DPD bisa berikan suara, rekomendasi, atau aspirasi atas masalah kedaerahan, seperti soal pilkada," ungkap Fahmi.

Ia menambahkan DPD harus mengambil ruang lebih di setiap pembahasan rancangan undang-undang yang menyangkut kedaerahan.

Pun demikian terkait kebijakan pemerintah yang menyangkut kedaerahan, DPD harusnya lebih aktif menanggapinya dengan berlandaskan aspirasi masyarakat.

Tentunya, DPD terlebih dahulu mendengar keinginan di daerah.

"Pasalnya, berdasarkan UUD, DPD punya peran untuk membawa aspirasi masyarakat dan itu dikuatkan putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," papar Fahmi.


Tangkis pembubaran

Suara-suara sumbang yang mengarah pada pembubaran DPD beberapa kali terdengar.

Alasannya DPD tidak banyak berperan dalam menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat.

Usulan yang melemahkan DPD itu dapat berkembang menjadi wacana yang kuat apabila tidak ditangkis.

Azyumardi meminta DPD merangkul seluruh kalangan untuk membantu meneguhkan posisi.

Jangan sampai malah kalah oleh wacana pembubaran DPD itu.

Kekuatan dapat digalang dari lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat yang memiliki pengaruh di masyarakat, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta akademisi.

"Sebab, apabila hanya berjuang sendiri itu tidak kuat," ujar Azyumardi.

Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Azis Khafia menambahkan eksistensi DPD sudah dijamin UUD Pasal 22 D.

Jadi, pihak yang ingin membubarkan DPD harus berjuang mengubah dan menghilangkan pasal itu.

Di sisi lain, Abdul mengakui penguatan eksistensi DPD mau tidak mau mesti diperjuangkan agar gaung aspirasi rakyat menjadi lebih kuat.

"Saran saya DPD harus bisa membuat UU organik sendiri soal DPD dan dijelaskan secara jelas tugas dan fungsi pokoknya. DPD tidak akan pernah setara dengan DPR yang berbeda tugas dan fungsi. Tetapi, dengan payung hukum tersebut saya yakin DPD bisa lebih optimal dan eksistensi," terang Abdul. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya