Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
SEKRETARIS Mahkamah Agung Nurhadi penuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia bakal diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap terkait penundaan salinan putusan kasasi di Mahkamah Agung.
Dalam kasus ini, Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisno telah ditetapkan sebagai tersangka.
Nurhadi tiba di gedung lembaga antikorupsi ini sekitar pukul 10.07 WIB, tak banyak komentar yang keluar dari mulut. Pasalnya, ia mengaku tak tahu menahu perihal kasus suap yang dilakukan Andri di MA.
"Enggak tau sama sekali, enggak ada hubungannya," kata Nurhadi saat tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (8/3).
Terkait dengan pemeriksaan ini, Nurhadi bilang dirinya hanya akan menjelaskan semua hal yang diketahuinnya sesuai dengan tugas dan fungsinya di MA. "Kaitannya dengan tugas dan fungsi (saya) saja," ucap dia.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi dari MA terkait kasus ini, di antaranya Panitera serta Panitera Muda Pidana Khusus. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugrah, keterangan Nurhadi dalam kasus ini sangat penting untuk mendalami kasus suap yang dilakukan Andri.
"Karena penyidik menilai ada keterangan-keterangan dari pak Nurhadi yang dianggap perlu untuk didengar dalam pendalaman penyidikan ini," kata Priharsa.
KPK diketahui sedang mendalami mekanisme penanganan perkara di MA setelah suap dalam penerbitan salinan kasasi yang menyeret ATS terbongkar.
ATS diduga menerima suap dari Direktur PT Citra Gading Aristama Ichsan Suadi lewat pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Suap bertujuan untuk menunda pengiriman salinan kasasi kasus yang menjerat Ichsan.
Ichsan merupakan terdakwa korupsi megaproyek Dermaga Labuhan Haji senilai Rp82 miliar di Mataram. Di tingkat kasasi, dia divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim M.S. Lumme, Krisna Harahap, dan Artidjo Alkostar. Vonis dibacakan pada 9 September 2015.
Supaya tak buru-buru dieksekusi, Ichsan diduga menyuap ATS sebesar Rp400 juta agar menunda pengiriman salinan putusan. Duit diberikan lewat pengacaranya, Awang Lazuardi Embat.
Namun, kejahatan ketiganya terendus Lembaga Antikorupsi. Selesai transaksi suap, ATS, Ichsan, dan Awang ditangkap KPK. Saat itu, penyidik KPK turut menyita sebuah koper yang berisi uang Rp500 juta di rumah ATS.
Ichsan dan Awang ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, ATS jadi tersangka penerima suap. Dia disangka Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ATS diduga mengalirkan suap tersebut ke sejumlah pihak. KPK akan mengembangkan perkara ini ke pihak-pihak yang ikut menerima suap. "Nanti kita selidiki siapa lagi yang (terlibat)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Selasa 16 Februari 2016. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved