Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Perludem: Pilkada 9 Desember Sangat Berisiko

Cahya Mulyana
17/5/2020 17:45
Perludem: Pilkada 9 Desember Sangat Berisiko
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini(MI/M. Irfan)

PELAKSANAAN pemilihan kepala daerah (pilkada) di 270 daerah dinilai tidak laik direalisasikan di tengah pandemi virus korona atau Covid-19. Bila dipaksakan, maka mutu demokrasi bisa menurun bersamaan dengan kepercayaan terhadap pilkada selain membahayakan kesehatan masyarakat berikut penyelenggara.

"Pilkada pada 9 Desember 2020 terlalu beresiko,"ungkap Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini pada diskusi virtual bertajuk Buru-buru Melaksanakan Pilkada untuk (Si) apa?, Minggu (17/5).

Baca juga: Soal Pilkada 2020, KPU Diminta Beri Kepastian

Pada kesempatan itu, hadir pula Direktur Eksekutif LSI Djyadi Hanan, Peneliti CSIS Arya Fernandes, dan Deputi Direktur Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.

Menurut Titi, risiko pelaksanaan pilkada di tengah pandemi sangat besar mulai dari kesehatan, ekonomi, sosial hingga berpengaruh negatif terhadap mutu demokrasi. Indonesia bukan Korea Selatan atau Jerman yang mampu menggelar pemilu bersamaan dengan penanggulangan virus korona.

Kedua negara itu, kata dia, berhasil karena memiliki banyak instrumen pendukung seperti semua pihak menerapkan protokol kesehatan, dukungan biaya tambahan dan ketersediaan teknologi yang tepat di tengah bencana nonalam seperti ini.

"Dari 18 negara yang menggelar pemilu hanya dua itu yang sukses, selebihnya seperti Australia Prancis hingga Mali gagal karena partisipasi publiknya merosot drastis. Kondisi serupa bisa terjadi kepada Indonesia," paparnya.

Menurut Titi, pilkada digelar 9 Desember berdasarkan asumsi pandemi ini berakhir Juni. Sayangnya, prediksi ini masih mentah sehingga akan berdampak pada implementasi tahapan persiapannya.

"Yang juga mesti diperhatikan dan dipastikan ialah pandemi sudah berakhir bukan hanya saat pemungutan suaranya namun juga tahapannya," jelasnya.

Bila hal itu gagal menjadi landasan berpikir pembuat kebijakan, kata Titi, maka pilkada di 270 tidak akan sukses. 

"Kalau dipaksakan pun banyak syaratnya, seperti berapa tambahan TPS plus penyelenggara karena mengacu pada protokol kesehatan, tambahana biaya untuk masker dan sebagainya. Belum lagi coklit door to door dan tahapan lain beresiko terhadap penyelenggara dan masyarakat," paparnya.

Titi pun menyarankan pemerintah dan KPU supaya mengkaji ulang tanggal 9 Desember sebagai waktu pilkada di 270 daerah. KPU, menurutnya, harus berani membuat keputusan untuk menunda pelaksanaan Pilkada pada Desember 2020.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan menilai pemerintah melalui Perppu no 2 tahun 2020 mendorong pilkada segera dilaksanakan. Landasanya pandemi virus korona dapat terjadi lebih lama sehingga semua agenda nasional termasuk pilkada perlu kembali dilaksanakan dengan sejumlah penyesuaian.

Baca juga: Update Covid-19 per 17 Mei: 17.514 Positif dan 4.129 Sembuh

"Pesan perppu itu, coba dulu lah kalau tidak bisa kita tunda lagi. Kira-kira begitu. Ketika persiapannya harus dilakukan lagi mulai Juni dan tentunya masih beresiko baik penyelenggara juga masyarakat maka akan sangat sulit pilkada berlangsung 9 Desember," jelasnya.

Menurut dia, pemerintah melontarkan wacana berdamai dengan korona atau new normal merupakan tanda bahwa kondisi ini berlangsung lama. Semua sendi kehidupan harus bangkit kembali dengan menyesuaikan atau menerapkan protkol kesehatan, termasuk pilkada. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik