Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

UU KPK Dinilai sudah Baik, Perppu tidak Perlu Terbit

Anton Kustedja
13/10/2019 17:00
UU KPK Dinilai sudah Baik, Perppu tidak Perlu Terbit
Mantan Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila.(Ist)

MANTAN Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siti Noor Laila, mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu dikeluarkan Presiden. Ia menilai revisi UU KPK yang baru saja disahkan menjadi UU oleh DPR tidak mengurangi tugas dan wewenang KPK.

"UU KPK yang baru saja disahkan tidak mengurangi tugas dan wewenang KPK, kalau tidak salah tercantum pada Pasal 5,6, dan 7," ujar Laila ketika dimintai tanggapannya mengenai polemik UU KPK, Minggu (13/10).

Menurut dia, UU KPK yang telah disahkan saat ini telah memperkuat lembaga antirasywah tersebut dan tetap memosisikannya sebagai lembaga superbodi karena memang sudah demikian sejak dilahirkan.

"Setelah 17 tahun berjalan, KPK perlu refleksi dan dievaluasi. Kalahnya di 5 kali praperadilan dan kasasi MA menunjukkan ada mekanisme yang tidak kuat di KPK," imbuh Laila.

Ia menambahkan, kekalahan di praperadilan menunjukkan ada mekanisme yang perlu dikuatkan di tubuh KPK, yakni pengawasan.

"Mekanisme pengawasan malah bisa megurangi kemungkinan kekalahan tersebut bisa terjadi. Karena ada pengawasan yang kuat sehingga prosedural dalam penyidikan dapat dijalankan sesuai prosedur sehingga cukup kuat apabila harus menghadapi praperadilan.

Pengawasan yang dilakukan terkait dengan penyadapan juga semakin memperkuat KPK untuk dapat melakukan penyadapan dengan mendukung prinsip-prinsip penegakan HAM," ujarnya.

Laila menilai bahwa penyadapan yang dilakukan KPK semestinya untuk memperkuat tambahan alat bukti, bukan mencari alat bukti. Bukan sebaliknya.

Penyadapan, kata dia, pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM, tetapi apabila dilakukan berdasarkan UU dan untuk kebutuhan tertentu, hal itu bisa dilakukan. Dalam hal ini, UU KPK tetap memberikan wewenang kepada KPK untuk melakukan penyadapan. Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan mekanisme yang berdasar prinsip demokrasi agar tidak terjadi pelanggaran HAM.


Baca juga: DPR Pastikan Keamanan Kompleks DPR Jelang Pelantikan Presiden


"Hasil penyadapan yang berada di luar konteks penyidikan tidak boleh dikeluarkan dan tidak perlu melakukan demoralisasi tersangka cukup hanya pada kasusnya. Selain itu, membuka hasil penyadapan harus dilakukan di persidangan dan bukan oleh jubir (juru bicara)," imbuhnya.

Lebih lanjut Laila juga mendukung terkait dengan wacana menjadikan karyawan KPK menjadi ASN. Hal itu, menurut dia, merupakan hal yang wajar dan tidak akan mengurangi hak karyawan yang selama ini.

"Di Komnas HAM sebelum era saya pada 2007–2012 adalah era ASN-isasi. Seluruh karyawan Komnas HAM saat ini berubah menjadi ASN. Hal tersebut berpengaruh utamanya pada loyalitas terhadap negara," ujarnya.

Karena itu, senada dengan proses yang terjadi di Komnas HAM, perubahan status ASN di KPK juga dinilainya tidak akan memberikan pengaruh banyak. Harapannya justru mendorong loyalitas karyawan kepada negara salah satu faktornya karena KPK dibiayai oleh APBN.

"Isu lainnya karena saat ini gaji karyawan KPK memang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASN. Hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan sebenarnya karena KPK bisa meminta kepada Menkeu (Menteri Keuangan) untuk membuat perlakukan khusus," imbuhnya.

Laila menjelaskan hal tersebut sangatlah memungkinkan karena KPK memang lembaga luar biasa (extraordinary) yang diciptakan untuk melaksanakan pemberantasan korupsi.

Menanggapi adanya polemik yang muncul di masyarakat mengenai Perppu KPK, ia berpendapat prosesnya terlalu dipolitisasi dan disimplifikasi sehingga tidak bisa melihat dengan jernih masalah sesungguhnya. Menurut dia, dorongan agar Presiden mengeluarkan Perppu tidak relevan karena cukup menggunakan mekanisme demokrasi yang berlaku saat ini.

"Sekarang ada beberapa pihak yang sudah berproses di MK. Sebaiknya menunggu saja proses yang ada di MK. Tidak usah ada bumbu politik dan agenda lain," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik