Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Tokoh Bangsa Desak DPR Tinjau Ulang Pasal RKUHP

Golda Eksa
23/9/2019 22:25
Tokoh Bangsa Desak DPR Tinjau Ulang Pasal RKUHP
budayawan Goenawan Mohammad( MI/ATET DWI PRAMADIA)

SELAIN dianggap memiliki banyak cacat hukum, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) juga dirasa belum disosialisasikan secara luas. Dampak regulasi tersebut diduga akan memengaruhi kehidupan yang dianggap belum diketahui secara jelas oleh masyarakat.

Demikian pernyataan puluhan tokoh masyarakat yang tergabung dalam Komite Penegakkan Hak-hak Warga Negara dalam konferensi pers di Darmawangsa Residence, Jakarta, Senin (23/9) malam.

Para tokoh tersebut juga menandatangani petisi yang intinya mendesak DPR RI melakukan peninjauan kembali terhadap isi dari pasal-pasal RKUHP, sesuai kehendak Presiden Joko Widodo yang mencerminkan sikap masyarakat.

Petisi itu digagas oleh budayawan Goenawan Mohammad dan Atika Makarim. Petisi tersebut juga didukung puluhan tokoh nasional, seperti KH Mustofa Bisri, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Omi Komaria Nurcholish Madjid, Emil Salim, Nono Anwar Makarim, Azyurmadi Azra, Saparinah Sadli, Toeti Heraty, Kuntoro Mangkusubroto, Abdillah Toha, Henny Supolo, Zummarotin KS, Mochtar Pabotinggi, Ismid Hadad, Albert Hasibuan, Teddy Rachmat, Arifin Panigoro, Sudhamek, Erry Ryana Hardjapamekas, Slamet Rahardjo, Butet Kertaradjasa, Christine Hakim, Harry Tjan Silalahi, dan Marsilam Simanjuntak.


Baca juga: Kemenristekdikti Imbau Mahasiswa Berunjuk Rasa Sesuai Aturan


"RKUHP ini mendapat tentangan dari masyarakat karena banyaknya catatan buruk yang mencederai hak asasi manusia. Kami khawatir DPR akan mensahkan RKUHP," ujar Goenawan.

Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest Tanudjaja yang hadir dalam acara tersebut, menambahkan ada 3 poin yang dianggap sebagai cacat RKUHP yang mungkin akan memberikan dampak signifikan bagi masyarakat.

Pertama, pengadopsian living law yang berpotensi memecah belah. Khususnya Pasal 2 RKUHP yang memungkinkan seseorang dipidana berdasarkan hukum yang hidup di masyarakat.

Kedua, intervensi undang-undang yang terlalu jauh masuk ke ranah privat masyarakat. Ketiga, terdapat pasal mengenai penodaan agama yang berpotensi menjadi pasal karet yang dapat menjerat tanpa batas yang jelas.

Selain mendesak DPR menunda dan meninjau ulang RKUHP, imbuh Rian, komite juga mendorong DPR segera mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan yang terus tertunda dalam jangka waktu yang lama. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya