Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
WADAH Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) terus bermanuver guna menolak calon pimpinan KPK yang dianggap melanggar kode etik. Padahal Joko Widodo selaku presiden meloloskan nama tersebut ke DPR RI.
Tak hanya menolak capim, WP KPK juga menolak revisi UU KPK yang telah disetujui oleh Presiden Jokowi untuk direvisi bersama DPR
Menanggapi manuver penolakan itu, ahli hukum pidana Universitas Borobudur, Faisal Santiago menilai, WP KPK sebagai ASN tidak ada alasan untuk tidak tunduk pada UU ASN.
"Menurut saya kalau pegawai harus jelas, apakah itu ASN atau bukan. Kalau memakai APBN mereka harus tunduk pada UU ASN atau UU ketenagakerjaan No.13 tahun 2003," tegas Santiago kepada wartawan, Kamis (12/9).
Baca juga : Pansel tak Temukan Pelanggaran Etik Irjen Firli Bahuri
Wadah Pegawai KPK, sambungnya bukan dalam posisi menolak capim yang terpilih. "Kalau menolak pimpinan KPK bukan kewenangan dari WP KPK, karena (capim) sudah melewati proses rekrutmen, seleksi, uji publik," jelasnya.
Santiago menambahkan, revisi terhadap UU KPK bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan, sebag UUD 1945 saja dapat dimandemen. Jadi UU KPK tidak masalah direvisi
"Saya melihat sisi positifnya untuk perbaikan. Yang tidak boleh terjadi kalau ada pelemahan," ungkapnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana lainnya, Chairul Huda menegaskan apabila WP KPK sebagai ASN menolak pimpinan KPK terpilih, maka layak untuk dibubarkan.
"Bubarkan saja," tegasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved