Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

KPK Geledah 9 Tempat dalam Kasus Suap dan Gratifikasi Kepri

M. Ilham Ramadhan Avisena
23/7/2019 20:11
KPK Geledah 9 Tempat dalam Kasus Suap dan Gratifikasi Kepri
Juru Bicara KPK Febri Diansyah(MI/ROMMY PUJIANTO)

JURU Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengungkapkan, hingga saat ini tim penyidik KPK telah menggeledah 9 lokasi di 3 Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi perizinan gratifikasi.

"Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari proses Penyidikan dugaan suap terkait perizinan dan dugaan gratifikasi yang diterima oleh Gubernur Kepri," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/7).

Di Kota Batam, penyidik KPK menggeledah sebuah rumah dari pihak swasta yakni Kock Meng dan rumah pejabat protokol Gubernur Kepri. Dua rumah pihak swasta di Batam yang diduga terkait dengan tersangka juga ikut digeledah.

Sementara di Kota Tanjung Pinang, KPK menggeledah kantor Dinas Perhubungan Provinsi Kepri dan rumah Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepulauan Riau, Budia Hartono yang merupakan tersangka dalam kasus ini.

Baca juga: KPK Geledah Kantor Dinas Perhubungan Kepri

Selain itu, Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kantor Dinas ESDM juga menjadi tempat yang digeledah. Penggeledahan juga dilakukan di rumah Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun yang merupakan tersangka juga dalam kasus ini di Kabupaten Karimun.

"Dari sejumlah lokasi tersebut KPK mengamankan dokumen-dokumen terkait perizinan," tutur Febri.

Febri menambahkan, besok penyidik akan memeriksa 8 orang saksi untuk mendalami perkara ini. Pemeriksaan akan dilakukan di Kepri.

Dalam perkara dugaan suap izin rencana reklamasi tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Tiga diantaranya dididuga sebagai penerima yakni, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Budi Hartono. Sementara diduga sebagai pemberi ialah Abu Bakar dari pihak swasta.

Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam untuk pembangunan resort di area seluas 10,2 hektare. Padahal lokasi tersebut merupakan kawasan budidaya dan hutan lindung.

KPK menduga, Nurdin sudah memiliki hubungan dekat dengan Abu Bakar, sehingga Nurdin selaku Gubernur memerintahkan kepada Budi dan Edy segera memuluskan perizinan untuk Abu Bakar.

Budi memberitahu Abu Bakarsupaya izinnya disetujui, maka Abu Bakar harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya di bagian bawahnya. Upaya tersebut dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya.

Budi juga diduga memerintahkan Edy untuk membuat data pendukung pada perizinan yang diajukan Abu Bakar. Namun, data yang dibuat Edy tersebut merupakan data salin-tempel dan tanpa analisis yang benar.

Nurdin diduga menerima sejumlah uang dari Abu Bakar atas pemulusan perizinan tersebut, baik secara langsung ataupun melalui Budi dan Edy. Sehari sebelum izin terbit, pada (30/5), Nurdin menerima uang sebesar SGD5.000 dan Rp 45 juta. Pada tanggal 10 Juli, saat OTT, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD6.000 kepada Nurdin Basirun melalui Budi Hartono.

Febri mengatakan, jumlah uang yang diduga gratifikasi dalam kasus Kepri dan telah disita KPK sebanyak Rp 3,737,240,000; SGD 180,935; USD 38,553; RM 527; SAR 500; HKD 30 dan EUR 5.

Sebagal pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Kemudian Budi dan Edy yang diduga sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Sementara Abu Bakar yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau humf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya