Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Koalisi Butuh Loyalitas dan Kontribusi

Putra Ananda
08/7/2019 08:10
Koalisi Butuh Loyalitas dan Kontribusi
Koalisi Butuh Loyalitas dan Kontribusi(MI)

PERAN oposisi sangat penting dalam pemerintahan yang menganut sistem presidensial. Opsisi merupakan penyeimbang pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara yang strategis.

"Demokrasi dalam sistem presidensial itu kan butuh perimbangan yang bisa dilakukan oleh oposisi. Ada baiknya mereka (partai nonkoalisi Jokowi-Amin) tetap berada di luar sebagai oposisi yang membangun," kata Director for Presidential Studies-Digital Media and Communication Research Center (Decode) UGM, Nyarwi Ahmad, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/7).

Kendati demikian, ia menyebut setiap partai memiliki otonomi masing-masing dalam menentukan posisi selama lima tahun ke depan. Terlebih, Gerindra selaku partai terbesar di Koalisi Adil Makmur telah membebaskan anggota koalisinya menentukan pilihan pasca-Pilpres 2019.

"Merapat atau tidak memang mereka punya pilihan. Namun, nanti yang menentukan kan tetap Pak Jokowi," tuturnya.

Nyarwi melanjutkan, jika memang ingin bergabung dalam pemerintahan, partai-partai seperti Demokrat atau PAN harus bisa membantu Jokowi mewujudkan agenda pemerintahan di periode kedua. Selain loyalitas, partai yang ingin merapat ke koalisi pemerintahan juga harus memiliki kontribusi yang jelas.

"Kalau sama saja dengan partai yang sudah ada dalam koalisi buat apa mereka bergabung? Kan tidak ada manfaatnya," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata dia, partai politik pengusung Prabowo-Sandi harus paham bahwa mereka akan dicap sebagai partai inkonsisten dan haus kekuasaan oleh masyarakat jika meninggalkan oposisi dan bergabung ke pemerintahan Jokowi-Amin. Stigma akan diberikan kepada parpol pendukung 02 lantaran dalam perhelatan pilpres mereka rajin mengkritik kebijakan petahana Joko Widodo.

"Kita lihat parpol dari elitenya mengkritik cukup kerasa kepada Pak Jokowi, program-programnya dengan berbagai kalimat yang cukup keras. Ketika tiba-tiba bergabung dalam waktu pendek setelah penetapan MK, itu bisa membuat image di masyarakat bahwa seakan-akan tidak konsisten," ungkapnya.

Oposisi dibutuhkan

Isu akan beralihnya dukungan partai pendukung 02 ke koalisi Jokowi-Amin dianggap sebagian pihak bukan hal yang baik bagi pemerintahan. Makin banyak partai yang bergabung dikhawatirkan akan membuat peran oposisi sebagai pengontrol pemerintahan akan melemah.

Pengamat politik Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, oposisi sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang sehat. Tradisi oposisi pada pemerintahan merupakan tradisi yang harus dijaga. Presiden Jokowi sebaiknya menahan untuk tidak membuka pintu koalisi terhadap partai-partai yang selama Pilpres 2019 menjadi oposisi.

"Tradisi oposisi menjadi koalisi adalah tradisi yang tidak bagus dalam demokrasi ke depan," ujarnya.

Ray menilai negosiasi penggabungan koalisi pemerintah dengan oposisi dapat mencederai prinsip checks and balances pada pemerintahan. "Sebaiknya komposisi koalisi sejak awal dipertahankan. Merekalah yang paling berhak mendapatkan kursi kekuasaan," tukasnya.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, keberadaan oposisi dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang seimbang. Fungsi kontrol akan dapat maksimal bila antara partai koalisi dan oposisi memiliki kursi yang hampir seimbang di parlemen. "Demokrasi itu akan sehat tanpa mekanisme checks and balances," ucapnya.

Dengan melihat hasil Pemilu Legislatif 2019, kata dia, koalisi pemerintah memang memiliki kursi dominan di parlemen. Namun, peran oposisi juga akan tetap besar bila seluruh partai pengusung 02 kompak di barisan oposisi. (Pro/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya