Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
ORIENTASI untuk meningkatkan kemampuan angkatan bersenjata merupakan hal penting yang harus diperhitungkan. Selain kebutuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista), hal lain yang perlu diperhatikan ialah meningkatkan kemampuan sistem radar.
Perangkat radar untuk mendeteksi pesawat asing yang masuk wilayah kedaulatan NKRI milik TNI AU masih minim. Sejauh ini hanya 20 radar saja yang tersedia. Idealnya TNI AU punya 32 radar untuk disebar di penjuru Tanah Air.
Demikian dikatakan Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Udara Nasional (Pusdiklat Hanudnas) Kolonel Pnb Mohammad Mukshon kepada wartawan di Markas Pusdiklat Hanudnas, Surabaya, Kamis (4/7).
Menurut dia, radar tersebut juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan pelatihan melalui simulator, peralatan elektronik untuk mendukung pelatihan pengamanan kedaulatan negara dari ancaman musuh. Pusdiklat Hanudnas merupakan satuan pelaksana pendidikan dan pelatihan yang berada di bawah Komando Pertahanan Udara Nasional.
Selain kebutuhan radar, Mukshon juga berharap Kementerian Pertahanan bisa memenuhi permintaan untuk mengganti perangkat simulasi perang (electronic warfare simulator/EWS) yang ada di Pusdiklat Hanudnas. Maklum, teknologi yang ada di simulator tersebut dianggap sudah jauh tertinggal.
"Kondisi EWS sekarang ini kurang bagus. Teknologinya ketinggalan dan perlu di-upgrade. Sebab tidak terintegrasi dengan kapal dan peralatan tempur darat yang memiliki kemampuan Hanudnas," katanya.
Baca juga: KSAD: TNI Jalin Pertemanan Internasional untuk Jaga Keamanan
Simulator yang ada saat ini hanya untuk Angkatan Udara (AU). Sedangkan simulator radar Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL) belum tersedia. Padahal siswa yang mengikuti pendidikan di Pusdiklat Hanudnas berasal dari tiga matra TNI.
"Jadi radar-radar kita saja yakni radar Thompson, radar plessey dan radar Master T. Sedangkan untuk radar di KRI Martadinata, KRI I Gusti Ngurah Rai, kita belum bisa menunjukkan kepada para siswa. Karena baru ini saja yang ada," terang dia.
Ia menambahkan, peralatan elektronik di pusat pelatihan itu perlu diperbarui dengan mengadopsi peralatan perang elektronika yang ada di alutsista AD, AL dan AU. Dengan begitu, ketika siswa belajar, pihaknya bisa menunjukkan mekanisme kerja peralatan tersebut.
"Kami sudah ajukan untuk pengadaan yang baru karena sudah ketinggalan, harapan kami kalau bisa diperbarui maka tiga simulator yakni air defence system simulator (ADSS), air defence simulator general facilities (ADSGF) dan air defence battle training system (ADBTS) bisa dioperasikan," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen Totok Sugiharto, mengaku akan menyampaikan informasi kebutuhan peralatan itu kepada pimpinan Kementerian Pertahanan guna membantu peningkatan peralatan Pusdiklat Hanudnas.
"Semoga ke depan Pusdiklat Hanudnas semakin maju dalam mencetak SDM yang andal. Apa yang dibutuhkan di sini saya laporkan ke Pak Sekjen dan Pak Menhan," pungkas Totok.(OL-5)
Fregat Merah Putih (MPF140) dibangun berdasarkan pesanan Kementerian Pertahanan RI dan diklaim sebagai salah satu dari empat fregat jenis Arrowhead 140 tercanggih
KEKUATAN militer dan pertahanan yang tangguh menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan negara di tengah rivalitas antarnegara dan geopolitik global yang semakin tidak stabil.
Orang nomor satu di Indonesia itu juga menyebut negara yang tidak berinvestasi dalam industri pertahanan akan menjadi bangsa budak.
Prancis merupakan salah satu mitra utama Indonesia dalam modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) pertahanan.
Indonesia dan Prancis akan memperkuat kemitraan strategis di sektor pertahanan melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, (28/5).
Presiden Prabowo menekankan untuk memperluas kerja sama dengan Pemerintah Prancis di bidang pertahanan terutama modernisasi alutsista.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved