Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Jokowi Tegaskan Tidak Punya Beban untuk Tegas di Periode Kedua

Rudy Polycarpus
09/5/2019 20:30
Jokowi Tegaskan Tidak Punya Beban untuk Tegas di Periode Kedua
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato saat membuka Musrenbangnas di Hotel Shangri-la, Jakarta, hari ini.(MI/RAMDANI)

PRESIDEN Joko Widodo menegaskan tidak akan memiliki beban di periode kedua pemerintahannya. Oleh karena itu, ia bisa memerintah lebih tegas dan lugas guna mengambil langkah-langkah terbaik untuk membangun Indonesia.

Jokowi menekankan hal tersebut saat menyinggung masih berbelitnya perizinan di tingkat pusat maupun daerah. Ia mengajak jajaran pemerintah meninggalkan pola-pola kerja dan tradisi lama yang memperumit birokrasi dan memperlambat keberhasilan pembangunan.

"Jangan terjebak rutinitas, pola lama disetop. Kita harus berhenti. Lima tahun ke depan mohon maaf saya sudah tidak beban. Saya udah nggak bisa nyalonkan lagi. Apapun yang paling baik bagi negara akan saya lakukan. Jadi, yang namanya penyederhanaan perizinan saya bolak-balik ngomong," ujar Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (9/5).

Baca juga: BPIP Minta Jokowi Rangkul Semua Komponen Bangsa

Menurut Jokowi, ada sejumlah hal yang akan digenjot di periode kedua pemerintahannya, seperti reformasi birokrasi dan pemangkasan perizinan. Presiden kesal karena meski berkali-kali diingatkan, pengurusan perizinan masih berbelit baik di tingkat pusat dan daerah.

Padahal, dalam lima tahun terakhir, investor berbondong-bondong datang karena menaruh minat berinvestasi di Tanah Air. "Tapi yang netas sangat sedikit sekali. Contoh saja pembangkit listrik baik tenaga uap, angin, panas bumi, semuanya ruwet, ruwet, ruwet. 5 tahun lalu saya cek betul berapa izin di situ. 259 izin! Apa nggak terengah-engah investornya?  Sekarang sudah dipotong jadi 58. Tapi masih banyak, maksimal 5 cukup," tegas Kepala Negara.

Presiden juga menegaskan supaya pola-pola kerja yang lama dan tradisi lama yang memperumit birokrasi tidak diteruskan. Ia bahkan mengancam akan menutup lembaga-lembaga yang tak efisien dan tak berkontribusi riil kepada negara agar tidak menghabiskan anggaran.

Presiden pun mengaku jengkel karena banyak investor datang, tetapi tidak bisa dieksekusi dengan baik akibat perizinan yang rumit ini. Karena itu, diperlukan kemauan kuat untuk melepaskan diri dari jebakan negara berpenghasilan menengah dan keluar sebagai negara berpenghasilan tinggi.

"Banyak negara terjebak pada middle income trap karena tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan besar di negaranya,” imbuhnya.

Persoalan lain yang akan dibenahi, sambung mantan Wali Kota Solo itu, ialah penyelesaian infrastruktur. Pemerintah pusat membangun infrastruktur besar, seperti jalan, pelabuhan, dan bandara. Namun, pemerintah daerah perlu menyambungkannya dengan pusat-pusat industri, sentra pertanian dan perkebunan, serta kawasan wisata. ”Tanpa itu, daerah tidak akan bisa menikmati pertumbuhan," ujarnya.

Masalah ketiga yang harus diselesaikan adalah pembangunan sumber daya manusia. Pemerintah pusat, provinsi, dan juga kabupaten/kota harus bersama-sama menyelesaikan masalah ini dengan menggelar pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia.

Beasiswa juga perlu diberikan kepada mahasiswa Indonesia. Sekolah menengah kejuruan juga perlu dihubungkan dengan industri sehingga tenaga kerja yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan serta perubahan zaman.

Forum Musrenbangng ini juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR Bambang Soesatyo, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, serta sejumlah menteri Kabinet Kerja. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya