PEMERINTAH kembali memenangi gugat-an terhadap dua perusahaan tambang, yaitu Churcill Mining Plc asal Inggris dan Planet Mining Pty Ltd asal Australia, dalam forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat.
"Setelah pertarungan cukup lama, maaf karena kita melawan company yang cukup kuat, pemerintah Indonesia memenangi gugatan di ICSID yang diputuskan 18 Maret lalu. Gugatan mereka ditolak," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat konferensi pers bersama dengan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Cahyo Rahadian Muhzar, di Gedung Kemenkum dan HAM, Jakarta, kemarin.
Memang sebelumnya sudah kita menangi tanggal 6 Desember 2016, tetapi mereka minta annulment kembali. Pada 18 Maret lalu, ICSID menegaskan kembali kemenangan Indonesia dengan membatalkan gugatan mereka. "Ini sudah menjadi final, tidak ada lagi upaya hukum," ungkap Yasonna.
Artinya, kata dia, Indonesia terbebas dari gugatan sekitar US$1,3 miliar atau kurs sekarang sekitar Rp18 triliun. "Dan kita dapat award, dapat denda dari mereka. Mereka yang harus bayar sekitar US$9,4 juta atau sekitar Rp140 miliar lebih. Ini akan kita tagih nanti," ujar politikus PDIP itu.
Gugatan itu, lanjut Yasonna, berkaitan dengan penerbitan izin tambang di Kalimantan Timur. Para penggugat (Churcill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd) menuduh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bupati Kutai Timur, melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-Inggris dan RI-Australia.
Pelanggaran yang dimaksud ialah melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable treatment).
Baca Juga: Bawaslu Ketat Awasi Media Sosial
"Melalui pencabutan kuasa pertam-bangan/izin usaha pertambangan eks-ploitasi (KP/IUP eksploitasi) anak perusahaan para penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) seluas lebih kurang 350 kilometer persegi di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010," jelas Yasonna.
Para penggugat mengklaim bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasi di Indonesia dan mengajukan gugatan sebesar US$1,3 miliar. Pada 31 Maret 2017, para penggugat mengajukan permohonan pembatalan putusan (annulment of the award) berdasarkan Pasal 52 Convention on The Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other States (Konvensi ICSID).
Pertama, kata dia, bahwa tribunal ICSID dianggap telah melangkahi kewenangan. Selanjutnya, telah terjadi penyimpangan serius dari aturan prosedur yang mendasar. Terakhir, putusan telah gagal menyatakan alasan yang menjadi dasar putusan. (Ant/Gol/P-2)