Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Darurat Militer di Papua tidak Diperlukan

Emir Chairullah
13/3/2019 09:15
Darurat Militer di Papua tidak Diperlukan
(MI/ADAM DWI )

PEMERINTAH tidak akan membuat status darurat militer untuk Papua dalam menghadapi aksi teror yang terjadi belakangan ini. Namun, pemerintah tidak keberatan jika ada penambahan personel TNI di Papua pascakasus penembakan di Nduga, Papua, pekan lalu. "Ini (insiden) kan sifatnya gerilyawan, meneror orang, masyarakat. Hanya operasi tentu harus ditingkatkan, tapi tidak berarti harus darurat," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kalla mengingatkan, walaupun ada peningkatan kapasitas militer di Papua, pemerintah menjamin hal itu tetap tidak mengganggu jalannya pembangunan di wilayah tersebut selain memperhitungkan faktor kemanusiaan. "Tentu dibutuhkan (penambahan personel), apalagi pembangunan harus jalan di situ," jelasnya.

Menurut Wapres JK, tuntutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) untuk memerdekakan diri dari Indonesia tidak akan dikabulkan pemerintah apa pun alasannya. Apalagi selama ini pemerintah sudah mengabulkan berbagai permintaan masyarakat Papua, baik dari sisi politik maupun ekonomi.

Baca Juga: KPK dan LIPI Sosialisasikan Hasil Kajian Soal Dana Parpol

"Dari sisi politik sudah diberikan, dari sisi ekonomi sudah, apa lagi? Maksudnya ya kalau kita berunding apa pun, semuanya tidak ada lagi yang bisa diberikan, apalagi kemerdekaan, tentu itu tidak bisa (diberikan)," kata Kalla. Wapres menyebutkan pemerintah pusat sudah memberikan kewenangan berupa kebijakan otonomi khusus untuk Papua.

Bahkan dalam hal ekonomi, masyarakat Papua mendapatkan anggaran yang lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah otonom lain. "Di Papua itu semua sudah dikasih. Dari sisi kebijakan pemerintahan, itu lebih federal dari negara federal. Di Papua yang bisa (menjadi) gubernur atau bupati hanya (orang) asli Papua," kata JK.

Selain kebijakan khusus dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah pusat juga memberikan anggaran kepada Papua dengan jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah lain. "Kalau (daerah) lainnya seperti di Jawa, di Sulawesi, paling tinggi dengan rata-rata Rp2 juta per kapita. Di sana (Papua) bisa Rp10 juta karena anggaran yang diberikan ke sana hampir Rp100 triliun, sementara pendapatan Papua itu hanya kurang lebih Rp18 triliun," tukasnya.

Tiga tewas

Sebagaimana diberitakan, tiga anggota TNI tewas akibat serangan yang diduga dilakukan kelompok kekerasan bersenjata di Nduga, Papua, pada Kamis (7/3). Saat itu para anggota TNI sedang melakukan pengamanan pembangunan infrastruktur Trans-Papua Wamena-Mumugu. Dalam menanggapi hal itu, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menyebut serangan yang dilakukan KKB tersebut tergolong gerakan separatis karena tuntutan mereka ialah merdeka dari NKRI.

Menurut Aidi, seluruh pihak tidak boleh menoleransi kelompok mana pun yang terbukti mengancam kedaulatan negara. Aidi kemudian mengusulkan agar status eskalasi ancaman secara politik di Papua ditingkatkan menjadi darurat militer. Aldi beranggapan status penanganan Papua yang masih berada di level tertib sipil atau menekankan pada upaya polisioner, yakni polisi di depan dan TNI mendukung di belakang, tidak meredam aksi separatisme.

Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta TNI melalui Komisi I DPR untuk segera mungkin menambah pasukan di Papua sehingga aksi kekerasan yang dilakukan KKB itu dapat dilumpuhkan. "Menurut saya, langkah tegas sangat diperlukan saat ini agar tidak berlarut-larut peristiwa atau kelompok bersenjata ini beroperasi,'' ujar Bambang. (Dro/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya