Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Segera Kerahkan Pasukan Elite ke Papua

Putri Rosmalia Octaviyani
06/12/2018 08:50
Segera Kerahkan Pasukan Elite ke Papua
(Ketua DPR Bambang Soesatyo -- ANTARA/DHEMAS REVIYANTO)

KETUA DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengutuk keras peristiwa pembunuhan 31 pekerja jembatan Trans-Papua oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Ia meminta TNI dan Polri menerjunkan pasukan elite untuk membekuk pelaku pembantaian tersebut.

"DPR meminta Saudara Panglima TNI dan Saudara Kapolri untuk segera mengerahkan kekuatan yang ada, khususnya pasukan elite yang ada di mereka untuk memburu para pelaku kekerasan dan kekejaman tersebut sampai ke akar-akarnya," ujar Bamsoet di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan peristiwa tersebut tidak boleh dianggap sepele. Bila tidak dituntaskan hingga ke hulu masalah, dikhawatirkan akan terjadi kembali. "Harus ditumpas sampai akar-akarnya, berapa pun biayanya, apa pun cost yang harus kita tanggung, karena keamanan negara dan rakyat kita nomor satu," tegas politikus Golkar itu.

Dia mengatakan sudah mengarahkan ke Komisi I DPR untuk mengundang Panglima TNI dan meminta penjelasan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menumpas gerombolan tersebut. Demikian juga Komisi III akan mengundang Kapolri untuk meminta penjelasan langkah apa yang akan dilakukan polisi di sana.

Ia mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi untuk tidak menghentikan proyek pembangunan jalan Trans-Papua pascakejadian tersebut. Namun, itu harus dengan perlindungan penuh dan pengawasan aparat TNI dan Polri.

Definisi pelaku

Pemerintah mengaku tidak ingin terburu-buru untuk menentukan status dari pe-nembakan pekerja yang terjadi di Papua dan menunggu DPR untuk mengambil keputusan bersama dalam menentukan definisi kelompok penyerang.

"Itu keputusan politik terkait penamaan, nanti bisa dengan DPR untuk menentukan istilah yang akan digunakan karena istilah tersebut akan memberikan implikasi kepada penggunaan siapa berbuat apa. Itu belum bisa kita putuskan sekarang," tutur Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Ia menjelaskan penentuan definisi tersebut akan berimplikasi pada penentuan langkah yang akan diambil dalam menyelesaikan kasus tersebut. Jika kriminal, tentu akan ditangani kepolisian, dan jika gerakan bersenjata, tentu akan ditangani TNI sebagaimana aturan yang ada.

Akan tetapi, dengan pristiwa besar seperti itu perlu dilakukan konstruksi ulang dan juga harus melihat kemampuan dan batas kemampuan. Dengan kondisi hutan yang terpencil, tentu harus dilihat kemampuan kepolisian seperti apa.

"Jangan sampai nanti dipaksa menuju istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB), tapi membuat persoalan ini tidak selesai. Jadi, perlu ada respons politik ke depannya," imbuh mantan Panglima TNI itu.

Sementara itu, pemulihan keamanan di Papua memungkinkan untuk melibatkan satuan Polri seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Pasalnya, status pelaku ialah kelompok kriminal, yang menjadi tanggung jawab Polri.

"Seperti pelibatan satuan-satuan Polri lainnya. Nah, TNI menjadi unsur pendukung. Pergerakan mereka tetap berada di bawah kendali dan/atau koordinasi Polri," ujar Direktur Institute For Security and Strategic Studies (Isess) Khairul Fahmi.

Jika TNI berada di depan, sambungnya, pelaku harus mendapat status pemberontak atau separatis. "Status itu punya konsekuensi tak sederhana." (Pol/Dro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya