Pilkada, Perludem: Modus Kecurangan di Kecamatan Beragam
Erandhi Hutomo Saputra
20/9/2015 00:00
(MI/M Irfan)
Ditariknya proses rekapitulasi ke tingkat PPK (Kecamatan), menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, tidak menghilangkan potensi kecurangan yang ada. Setidaknya ia mencatat ada beragam cara yang dapat dilakukan untuk memenangkan calon tertentu.
Pertama, oknum aparat kecamatan yang berafiliasi dengan kandidat tertentu dapat bekerja sama dengan anggota KPPS dengan memanfaatkan sisa surat suara yang tidak terpakai di TPS untuk dicoblos dan diberikan kepada calon yang sudah memesan. Saat penghitungan pun juga rawan terjadi manipulasi. Penghitungan yang dilakukan secara manual membuat manipulasi penjumlahan suara bisa dilakukan. Caranya dengan mengurangi dan menambah suara salah satu calon.
"Biasanya saat ketahuan ada kesalahan penjumlaham hasil, oknum penyelenggara akan berdalih hal itu terjadi karena faktor human error akibat kelelahan bekerja," cetus Titi kepada Media Indonesia, di Jakarta, Sabtu (19/9).
Dalam beberapa kasus, kata Titi, dengan tujuan mempercepat dan memudahkan, oknum kecamatan kerap menyerahkan pengisian formulir/sertifikat hasil penghitungan/rekapitulasi suara kepada saksi partai. Di sana, sambung dia, timbul manipulasi dan perbedaan hasil perolehan suara antara yang dimiliki penyelenggara dengan data peserta pemilu.
"Kecurangan saat penghitungan suara di TPS dimungkinkan terjadi karena atensi pemilih saat penghitungan suara tidak seantusias ketika pemungutan suara dilakukan. Saksi partai kadang tak terlalu memperhatikan secara cermat proses yang berlangsung karena kebanyakan mereka direkrut bukan dari kader partai, melainkan dibayar “sekedar untuk menyaksikan†proses pungut hitung di TPS," jelasnya.
Adapun modus yang kerap sulit terdeteksi yakni adanya broker suara, baik penyelenggara maupun kerjasama dengan pihak ketiga yang secara aktif menawarkan penggelembungan suara kepada calon. Padahal, modus ini tidak selalu terjadi penggelembungan suara.
Ia mencontohkan, dalam kasus yang dialami Caleg Hanura Dapil III Jawa Barat, Djoni Rolindrawan, oknum penyelenggara menawarkan untuk menaikkan suara si caleg menjadi sejumlah tertentu. Padahal, kenyataannya Djoni benar-benar memperoleh suara sejumlah itu tanpa harus dilakukan penggelembungan.
"Oknum broker dengan kecepatan informasi yang dimilikinya serta keterbatasan data dan akses informasi yang ada pada calon, berusaha mengiming-imingi untuk menaikkan perolehan suara calon dengan imbalan sejumlah uang puluhan hingga ratusan juta rupiah," tutupnya. (Q-1)