Pemerintah Diminta Tinjau Kembali Rencana Beli Kapal Selam dari Rusia
Rudy Polycarpus
18/9/2015 00:00
(ANTARA/Eric Ireng)
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut Bernard Kent Sondakh meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembelian kapal selam kelas Kilo dari Rusia.
Menurutnya, dua hal yang wajib dipertimbangkan sebelum mendatangkan kapal itu adalah ketersediaan suku cadang dan efek gentar kapal tersebut pada negara lain. Selain itu, Indonesia punya pengalaman buruk saat membeli 12 kapal selam dari Rusia saat negara tersebut bernama Uni Soviet.
"Waktu Soviet bubar 1991, kapal selam-kapal selam itu pun menjadi tidak jelas karena suku cadang untuk satu unit kapal selam dibuat oleh banyak negara pecahan Uni Soviet. Akhirnya cuma bisa dipakai 7 tahun," ujarnya di Kantor Institute for Maritime Studies, Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, Bernard menilai pengadaan kapal selam dari negeri beruang merah itu hanya akan memunculkan efek deteren yang semu. Sebab, pengadaan alat utama sistem persenjataan kapal tersebut sangat bergantung pada negara lain. Sewaktu-waktu negara pemasok dapat menghentikan produksi kapal selam itu maupun mengembargo penjualan alat tempur ke Indonesia.
Mantan Gubernur Sulawesi Utara ini berpendapat, sebaiknya Indonesia melanjutkan program pengadaan kapal selam dari Korea Selatan. Sebab, jika dilihat dari neraca perdagangan dengan negara pemasok, resiko membeli kapal sel dari Korea Selatan lebih kecil. "Jadi tak mungkin Indonesia diembargo karena nanti Korea yang rugi karena investasinya di Indonesia banyak sekali," tandas Bernard.
Saat ini, TNI AL memiliki dua kapal selam, yakni Tipe 209 buatan Jerman yang telah berumur lebih dari 30 tahun. Indonesia sudah memesan tiga unit kapal selam buatan Korea Selatan tipe Chang Bogo. Pembangunan kapal selam saat ini sedang dalam proses, yaitu dua unit di Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering/DSME (Korea Selatan) dan satu unit akan dibangun di PT PAL Indonesia. Bernard berharap kerja sama ini berlanjut untuk kemandirian bangsa. Pasalnya, untuk jangka panjang, Korea akan membantu Indonesia mewujudkan pabrik kapal selam dengan adanya kesediaan alih teknologi.
"Kita sudah beli tiga di Korea. Nah kalau beli enam, sudah mulai bikin di PT PAL, di mana kapal keenam itu 100 persen buatan kita," tegasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama M Zainuddin menyatakan TNI AL akan memperkuat armadanya dengan kapal selam kelas Kilo sesuai dengan perintah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Menurut dia, kapal selam tersebut selain memiliki efek deteren tinggi dan daya destruksi yang hebat, juga dinilai cocok menjaga perairan RI. Pembelian kapal selam ini sudah dimasukkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Minimum Essential Force (MEF) tahap dua pada 2015-2019.
"Rencana postur TNI AL 2024, kita butuh 12 kapal selam. Mungkin kita akan upgrade ke kelas Kilo," ujarnya.
Kapal selam Kilo mulai dioperasikan Uni Soviet pada 1982 dan Rusia telah menjualnya ke beberapa negara, antara lain Aljazair, China, India, dan Vietnam. Kapal selam kelas Kilo Rusia dikenal sebagai kapal selam paling senyap dan bisa menyelam hingga 300 meter di bawah laut. Dengan panjang 70 meter-74 meter, kapal ini berdaya 3.000 ton-4.000 ton saat menyelam. Ia dilengkapi dengan senjata pertahanan udara sebanyak 8 roket permukaan ke udara, 18 torpedo, atau 24 ranjau. Fungsi utamanya adalah antikapal permukaan dan kapal selam. Ia mampu menembakkan rudal dari bawah laut berjangkauan 300 kilometer. (Q-1)