Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
KORUPSI penyelenggara negara di negeri ini seolah tak terbendung (lihat grafik). Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tak ada habisnya.
Dalam dua pekan ini, dua kepala daerah ditangkap lembaga antirasywah, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.
Neneng menjadi tersangka karena dugaan suap perizinan proyek Meikarta, sedangkan Sunjaya digelandang ke jeruji KPK lantaran diduga memperjualbelikan jabatan di satuan kerja perangkat daerah hingga tingkat kelurahan.
KPK kembali menunjukkan taring mereka dengan menangkap sejumlah anggota DPRD Provinsi Kalteng dan pihak swasta di Jakarta, kemarin.
“Ya, benar, memang ada kegiatan tangkap tangan yang dilakukan di Jakarta sejak siang ini (kemarin) sampai malam (tadi malam) ini, ada 14 orang yang diamankan dari pihak DPRD Kalteng dan pihak swasta,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat dihubungi tadi malam.
Menurut dia, seluruh pihak yang terjaring operasi itu kini digiring ke Kantor KPK untuk diperiksa. “Diduga, telah terjadi transaksi antara pihak DPRD Kalteng dan swasta terkait pelaksanaan tugas DPRD dalam bidang perkebunan dan lingkungan hidup,” ungkap Basaria.
Dalam operasi itu, tim Satgas KPK juga mengamankan uang ratusan juta rupiah. Nominal itu ditengarai sebagai bagian dari commitment fee yang diberikan pihak swasta kepada legislatif.
“Informasi lebih lanjut akan disampaikan nanti setelah status pihak-pihak yang diamankan itu sudah ditentukan maksimal dalam waktu 24 jam. Setelah itu, akan disampaikan melalui konferensi pers besok (hari ini),” pungkasnya.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, 14 orang yang ditangkap itu terdiri atas 8 anggota DPRD Kalteng dan 6 orang dari pihak swasta. “Kasus ini terkait salah satu usaha sawit.”
Penghapusan hak politik
Dalam menanggapi merajalelanya korupsi, pegiat antikorupsi Feri Amsari mengatakan, saat ini, sebagai aparat penegak hukum, KPK sudah di jalur semestinya dalam penindakan.
Masalahnya, kata dia, sebagai lembaga yang berpotensi menyimpangkan kekuasaan, DPRD yang di dalamnya terdapat aktivis partai politik enggan berbenah guna membangun sistem yang dapat membendung potensi korupsi penyelenggara negara.
“Saya mengusulkan agar penyelenggara negara yang terlibat korupsi wajib dihukum dan dihapuskan hak politiknya, baik dipilih dan memilih selama dua periode (10 tahun) setelah selesai menjalankan hukuman pidana. Presiden dapat membentuk perppu mengenai hukuman penghapusan hak politik bagi terpidana kasus korupsi,” jelas Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Padang itu, tadi malam.
Terpisah, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengapresiasi penangkapan itu. “Kami berharap KPK tak sebatas fokus pada korupsi yang merugikan keuangan negara, tetapi juga korupsi yang berimbas pada kerusakan lingkungan, khususnya sumber daya alam,” kata aktivis Jatam, Melky Nahar.
Ia meminta KPK juga menghitung kerusakan lingkungan. “Rantai korupsinya mulai penerbitan izin tambang dan perkebunan, penggunaan kawasan hutan lindung, peningkatan dan penjualan produksi, yang semuanya melibatkan elite-elite lokal, mulai gubernur, bupati, dan DPRD dengan para penguasa,” pungkasnya. (Cah/X-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved