Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

UU MK Menghambat Penasihat Hukum Beracara di MA

(Nrj/P-3)
25/10/2018 07:35
UU MK Menghambat Penasihat Hukum   Beracara di MA
(MI/MOHAMAD IRFAN)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan pertama terkait permohonan uji materi terhadap Pasal 55 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang MK. Permohonan tersebut diajukan atas nama Alungsyah yang merupakan seorang advokat.

Kuasa pemohon yang hadir dalam persidangan ini, Irmanputra Sidin, menuturkan pihaknya mengalami ketidakpastian hukum disebabkan adanya ketentuan tersebut. Padahal, pemohon beberapa kali melakukan permohonan uji materi UU di Mahkamah Agung yang secara norma tidak memiliki keterkaitan dengan uji materi UU di atasnya yang tengah dalam proses pengujian di Mahkamah Konstitusi.

"Kami mengalami ketidakpastian dan tidak bisa berargumen di MA karena adanya UU yang sedang diuji di MK meski tidak ada kaitanya dengan UU yang tengah dimohonkan di MA prosesnya harus ditunda," ujarnya saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.

Dalam legal standing-nya, pemohon yang merupakan seorang advokat merasa dirugikan serta mengalami ketidakpastian hukum. Pemohon mengaku sempat mengajukan uji materi ke MA. Namun, uji materi itu harus mengalami penudaan atas dasar pemaknaan frasa 'undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut' harus ditunda prosesnya.

Pemohon menilai adanya ketentuan Pasal 55 dalam UU MK tersebut bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945, yakni setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

"Pemohon menilai bahwa norma yang sedang diujikan di MA tidak memiliki keterkaitan dengan norma yang diujukan di MK saat itu. Jadi, adanya penundaan tersebut telah merugikan pemohon," ujarnya.

Dalam masukannya, hakim konstitusi Aswanto memberikan masukan kepada pemohon agar dalam legal standing-nya diuraikan kerugian pemohon secara spesifik. Pasalnya, pemohon hanya menjelaskan terkait kerugian adanya ketidakastian hukum, tetapi belum mengaitkan hal itu dengan batu uji yang digunakan.

Hal tersebut, menurutnya, dapat membantu Mahkamah dalam memandang permohonan ini sehingga Mahkamah dapat melihat kerugian yang ditimbulkan bukan sekadar implementasi aturan, melainkan adanya persoalan norma hukum dalam permohonan tersebut.

"Pada legal standing perlu dikaitkan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang jadi batu uji pemohon dengan apa yang dikemukakan pemohon, yakni adanya ketidakpastian hukum sehingga menimbulkan kerugian spesifik," ujar Aswanto.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya